Jakarta, Ditjen Aptika – Peningkatan signifikan penggunaan TIK selama pandemi Covid-19 berdampak terhadap keamanan ruang siber. Indonesia menawarkan pola kerja sama semua pihak dalam meningkatkan keamanan tersebut.
“Kerja sama merupakan hal mendasar dalam cyberspace, melalui multi-stakeholder dan kemitraan publik atau swasta,” ujar Kepala Bagian Hukum Ditjen Aptika Kemkominfo, Josua Sitompul sebagai perwakilan dari pihak Indonesia saat acara WSIS Forum 2020 bertema Building Convidence and Security in the use of ICTs melalui aplikasi Zoom, Rabu (22/07/2020).
Josua menyampaikan, keamanan siber nasional di Indonesia dibangun melalui partisipasi penyedia dan pengguna sistem elektronik. Penyedia sistem menjalankan dan memelihara keandalan dan keamanan sistem mereka. Sedangkan user menggunakan sistem secara bertanggung jawab.
“Pemerintah berperan tidak hanya mengintegrasikan tetapi juga memfasilitasi penggunaan TIK. Mengawasi dan menegakkan hukum secara konsisten dan hati-hati,” kata Josua. Dengan demikian, tanggung jawab pengamanan itu meliputi pemerintah, penyedia sistem, pengguna, termasuk pula akademisi dan praktisi.
Selain itu, dalam membangun lingkungan yang tepercaya (trusted) juga membutuhkan pelindungan data pribadi pengguna. “Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan undang-undang pelindungan data pribadi yang komprehensif,” jelas Josua. Aturan tersebut akan mengatur hak pemilik data, dan tanggung jawab pengontrol maupun pengolah data.
Lihat Juga: Presiden Telah Mengirim RUU PDP ke DPR
Sementara itu Ketua Dewan Otoritas TIK (ICTA) Turki, Omer Abdullah menyatakan pengembangan SDM merupakan hal terpenting dalam meningkatkan kepercayaan dan keamanan ruang siber. Apalagi tenaga berkualitas di bidang keamanan ruang siber terbilang langka.
Turki sendiri, lanjut Omer, telah mengadopsi standar internasional untuk bidang cybersecurity. Operator telekomunikasi wajib menjamin keamanan infrastruktur jaringan dan kesinambungan layanan. “Mereka diaudit oleh ICTA dan diberikan sanksi bila melanggar aturan,” tegas Omer.
Sedangkan Ketua International Commission on Cyber Security Law, Pavan Duggal menyampaikan pandemi Covid-19 telah membawa dimensi baru terhadap keamanan ruang siber. Kejahatan dunia maya bertumbuh sangat cepat dan menjadi tantangan bagi regulasi di tingkat nasional, regional, maupun internasional.
“Kita mulai melihat, serangan terhadap infrastruktur informasi penting di Australia, rumah sakit, laboratorium pengujian Covid-19, maupun departemen kesehatan di Amerika Serikat,” ujar Pavan.
Menurut Pavan, meskipun hukum tentang keamanan siber terus berkembang, tapi masih bersifat sangat nasional (nation state). Untuk itu tidak hanya pemerintah, sektor swasta juga harus ikut berkontribusi memperkuat keamanan siber. Keamanan dunia maya bukan lagi sekadar hak istimewa, tapi sudah menjadi hak asasi manusia.
“Saya pikir semua orang harus mulai mengadopsi cybersecurity sebagai cara hidup, dan menyelaraskannya dengan regulasi-regulasi lain,” pungkas Pavan.
Acara WSIS Forum tersebut dihadiri pula oleh Giacomo Mazzone dari European Broadcasting Union (EBU) selaku moderator, Xiaoya Yang dari International Telecommunication Union (ITU), Elmir Velizadeh dari Azerbaijan, Mohammed Al-Mannai dari Qatar, Salim Al Ruzaiqi dari Oman, dan Vineet Kumar dari Cyber Peace Foundation. (mhk)