Jakarta, Ditjen Aptika – BPS mencatat di tahun 2019 terdapat 49,8 persen penduduk perempuan di Indonesia. Namun baru sekitar 14% persen perempuan di desa yang mampu berdaya.
“Pemahaman mengenai teknologi dapat memberikan solusi alternatif untuk mengatasi kekurangan akses pengetahuan dan informasi dalam menangani hambatan kehidupan kelompok perempuan di desa,” ujar Dosen Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Sri Fatimah dalam kelas pemberdayaan bersama Gerakan Desa Membangun 3 yang diadakan secara daring melalui aplikasi Zoom, Senin (27/07/20).
Sri berpendapat teknologi dapat membuat perempuan berdaya dan mampu mengejar ketertinggalan. Teknologi memungkinkan perempuan menjadi cerdas dan inovatif dalam menciptakan nilai tambah dari potensi-potensi di sekitarnya.
Lihat Juga: Literasi Digital Kurangi Kesenjangan Akses Digital Perempuan
Sri pun menceritakan pengalamannya saat memberikan pemahaman mengenai teknologi di desa Cikondang, Majalengka. “Kami memperkenalkan teknologi pertanian sederhana hingga yang berbasis internet dan akhirnya ditemukan potensi daerah untuk memproduksi rosela menjadi berbagai bentuk olahan,” ujar Sri.
“Melalui pengenalan dan pemanfaatan teknologi tersebut, perempuan di desa Cikondang mampu meningkatkan perekonomian di daerahnya,” tambahnya.
Namun hal itu perlu dilanjutkan oleh para stakeholder untuk membantu pemasaran digital produk-produk yang telah dihasilkan. “Intensitas dan ketahanan dari semua stakeholder serta fleksibilitas di lapangan juga dibutuhkan agar dapat meningkatkan pemberdayaan perempuan di desa,” ungkapnya.
Sementara itu, Koordinator Pemberdayaan Kapasitas TIK, Aris Kurniawan mengungkapkan bahwa pendekatan dari sisi ekonomi sangat cocok untuk perempuan. “Berdasarkan pengalaman kami, memberikan pengetahuan dengan pendekatan ekonomi kepada perempuan banyak membuahkan hasil,” katanya.
Aris menjelaskan, tingkat keberhasilan yang tinggi didasari psikologis perempuan yang lebih rileks dan memiliki waktu yang banyak untuk menyerap informasi dan teknologi baru. Selain itu, tekanan yang dihadapi perempuan desa lebih sedikit dibanding laki-laki.
“Metode ini berlaku di desa, karena kebanyakan perempuan di desa melakukan kegiatan sehari-hari di rumah,” ucapnya.
Aris mengatakan bahwa pemerintah melalui Ditjen Aptika Kemkominfo berperan sebagai fasilitator, untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas masyarakat bersama pihak-pihak terkait. (pag)