Jakarta, Ditjen Aptika – Setiap hari, orang Indonesia tidak bisa dipisahkan dari gawai. Padahal dengan penggunaan gawai yang terhubung ke jaringan internet, akan memicu berbagai risiko. Secara otomatis, kebanyakan gawai dalam mode silent akan saling terhubung dan saling bertukar data.
“Kita setiap hari bersentuhan dengan gawai, kan. Berapa akun media sosial yang kita punya? Siapa di sini yang punya lima akun?” tanya Mira Sahid, pendiri Kumpulan Emak Blogger dan Penggiat Literasi Digital, dalam Bincang Sisternet bertema “Perempuan dan Hak atas Privasi di Internet” di Gedung Kominfo Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Masih menurut Mira Sahid, kondisi itu sudah menjadi kebiasaan. Hampir semua masyarakat Indonesia, sudah tidak bisa dilepaskan dari internet dan media sosial. Ia menyebutnya sebagai socio materiality, kenyataan sosial yang harus diterima.
“Manusia dan teknologi komunikasi sudah menyatu, setiap hari kita bersentuhan dengan gawai dan saling mempengaruhi satu sama lain. Jadi interaksi sosial sudah tidak bisa dipisahkan lagi dengan teknologi komunikasi,” jelasnya.
Tiga Langkah Lindungi Data Pribadi
Meskipun demikian, Mira Sahid mengingatkan bahwa kebiasaan masyarakat terhadap internet dan media sosial pun masih membutuhkan perhatian lebih, khususnya soal etika. Etika berinternet akan mengarah ke aspek menjaga data pribadi.
Ada tiga hal yang ditekankan oleh Mira Sahid mengenai hal-hal yang perlu dipahami demi menjaga data pribadi maupun orang lain di internet. Pertama, pertimbangkan dengan benar ketika akan memberikan data pribadi diri sendiri, anggota keluarga ataupun milik orang lain baik secara daring maupun luring kepada pihak manapun.
“Tanyakan atau bacalah terlebih dahulu maksud serta tujuan permintaan data pribadi tersebut dan pertimbangkan risikonya. Bersikaplah kritis atas tawaran apapun,” tegas Mira Sahid.
Hal kedua, menurut Mira Sahid, ketika menggunakan media sosial, batasi data pribadi yang diposting ke jaringan internet. “Data pribadi tersebut bisa berupa teks, foto ataupun video,” tambahnya.
Terakhir, ketiga, pelajari dan pahami teknologi yang digunakan, baik itu gawai maupun layanan daring seperti seperti media sosial. “Aktifkan fitur perlindungan privasi sesuai dengan kebutuhan kita, jangan dibiarkan diset ‘default’ karena bisa merugikan kita,” tandasnya.
Lindung Kepentingan Masyarakat
Apa yang disampaikan oleh Mira Sahid membuka diskusi mengenai isu perlindungan hak atas privasi di Indonesia. Bahasan itu kian menguat seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna internet dalam beberapa tahun terakhir.
Tercatat, sejumlah kasus pernah menjadi perhatian publik akibat kebocoran data pribadi. Mulai dari data pribadi seseorang yang berbuntut pada aksi penipuan hingga soal potensi penjualan data yang dlakukan karena pencurian data yang dikelola lembaga. Semua itu kian menguatkan wacana perihal urgensi penguatan perlindungan hak atas privasi.
Lihat Juga: BRTI Akan Evaluasi Prosedur Penggantian SIM Card
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyatakan pihaknya tengah menyiapkan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) untuk kepentingan negara dan rakyat.
“Itu tujuannya bukan untuk membatasi kita, jangan sampai itu ditanggapi secara sempit. Soal menyimpan data di dalam atau luar negeri, itu terkait dengan kepentingan negara dan rakyatnya,” ujar Menteri Johnny dalam Konferensi Pers “Kemkominfo di Kabinet Indonesia Maju” di Ruang Serbaguna, Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin (28/10/2019).
Menteri Johnny menyatakan pembahasan RUU PDP akan diteruskan prosesnya ke legislasi primer. Meskipun demikian, Menteri Kominfo tetap mengimbau agar masyarakat ikut berpartisipasi dan terlibat dalam proses pembentukan RUU PDP.
“Jadi, jangan sampai nanti setelah UU-nya jadi, baru kita bersuara, baru nanti minta diulang, ya berhenti prosesnya,” pungkasnya.
Memang, upaya pemerintah tak berarti tanpa partisipasi masyarakat. Berkaitan dengan pelindungan data pribadi, tentu saja hal itu bisa dimulai dari diri. (hm.ys)