Jakarta, Ditjen Aptika – Digitalisasi SPBU Pertamina dan aplikasi pembayaran LinkAja menyasar layanan profiling data. Namun model bisnis ini rentan penyalahgunaan data pelanggan.
Direktur Pemasaran Ritel PT Pertamina Persero, Ma’sud Khamid saat sesi Digitalk di acara Digital Expo 2019 (29/8), menyampaikan program digitalisasi SPBU yang telah berhasil menekan 40% kerugian (losses).
“Mencakup manajemen stok, profil pelanggan, dan inovasi bisnis model. Jadi kami bisa mengetahui bagaimana perilaku pelanggan dalam mengonsumsi BBM. Perputaran uangnya mencapai Rp 1,2 trilyun per hari dari sekitar 6000 SPBU di bawah pengelolaan Pertamina,” ujarnya.
Penggunaan big data, lanjut Ma’sud, akan mampu menciptakan inovasi yang tepat untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. “Di era digital disruption ini, kemampuan teknologi untuk men-deliver atau mengolah data makin meningkat. Dikonversi menjadi bisnis,” jelasnya.
Lihat Juga: Empat Langkah Pertamina Lakukan Tranformasi Digital
Hal senada diungkapkan oleh CEO LinkAja, Danu Wicaksana, di acara yang sama. Merujuk pengalaman Ant Financial Service (AFS) dari Alibaba, bisnis aplikasi pembayaran sebenarnya merugi. Keuntungan justru didapat dari financial services dan customer analytics.
“LinkAja akan menyediakan Analytics Engine, untuk mengetahui skor kredit, pengeluaran, kehidupan sosial, hingga lokasi pelanggan. Kita ingin membangun ekosistem mencakup semua sendi kehidupan masyarakat, dari sejak bangun pagi sampai tidur malam,” ujarnya.
Sedangkan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menegaskan bahwa jual-beli data pribadi merupakan kegiatan yang melanggar hukum.
“Khusus yang terkait dengan bidang telekomunikasi dan media, sudah ada UU Telekomunikasi, UU ITE, serta UU Keterbukaan Informasi Publik,” ujar Ketua BRTI Ismail dalam sebuah pernyataan di Jakarta (27/5).
Lihat Juga: Jual-Beli Data Pribadi, BRTI: Itu Melanggar Hukum
Aturan ini juga tercantum pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik (PDSE) yang ditetapkan pada 7 November 2016.
Dengan demikian praktik jual-beli data pribadi melanggar peraturan yang sudah ada. “Ada beberapa kasus yang telah dilaporkan oleh Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, kepada aparat penegak hukum dan kini dalam proses penindakan,” ungkapnya. (mhk)