Langkah Perlindungan Anak di Internet

Dirjen Aptika, Semuel A. Pangerapan (kedua dari kanan), saat Sarasehan Nasional bertema "Penanganan Konten Asusila di Dunia Maya" di Jakarta (12/8).

Jakarta, Ditjen Aptika – Orangtua perlu memahami tantangan dalam menghadapi penggunaan internet anak. Pendidikan mengenai apa yang dapat dan tidak dapat diakses oleh anak dalam dunia internet harus diberikan sejak dini.

Widuri, Ketua Umum ICT Watch menjelaskan hal-hal yang dapat diperhatikan orangtua dalam memberikan pendidikan internet terhadap anak. Setidaknya ada enam tantangan yang dihadapi orangtua dalam era digital, yaitu:

  1. Kemudahan akses internet = akses wifi gratis dan kuota internet berharga murah membuat akses lebih mudah;
  2. Bebas terkoneksi tanpa aturan = tidak adanya aturan terkait penggunaan internet membuat anak terlalu bebas menggunakannya;
  3. Anak lebih pintar dari orangtuanya = digital native membuat anak lebih mudah menguasai teknologi digital dibanding orangtua, tapi bukan berarti anak-anak lebih paham;
  4. Dunia user-generated content = informasi di internet bisa datang dari siapa saja, perlu daya pikir kritis ketika memposting atau memilah informasi di internet;
  5. Anak ingin bebas = pengaruh informasi yang diterima dari internet membuat anak ingin kebebasan yang lebih besar;
  6. Belum paham resiko = selain dampak positif, terdapat resiko negatif internet yang tidak diketahui anak-anak.

Berdasarkan data dari ICT Watch terdapat klasifikasi resiko anak pada dunia internet yang dijelaskan dalam tabel berikut:

Anak sebagai Penerima Anak sebagai Partisipan Anak sebagai Korban
Agresif Kekerasan atau konten sadis Gangguan dan kegiatan menguntit Bullying dan permusuhan
Seksual Konten pornografi Kekerasan seksual dari orang asing Kekerasan seksual
Nilai Ujaran rasis dan kebencian Pengaruh ideologi Potensi konten berbahaya
Komersil Iklan dan pemasaran Eksploitasi dan penyalahgunaan data pribadi Perjudian dan pelanggaran hak cipta

Berdasarkan klasifikasi di atas, konsumsi konten pornografi menjadi dampak paling banyak diterima anak. Menurut Widuri, iklan pop-up berbau porno menjadi faktor anak melihat konten negatif tersebut secara tidak sengaja.

“Jadi, tidak semuanya karena anak tersebut mengakses situs porno dengan berbagai cara. Justru iklan yang muncul menjadi faktor utamanya anak terpapar konten tersebut,” jelas Widuri.

Ada lima langkah kunci melindungi anak:

  1. Mengintegrasikan hak anak pada kebijakan korporasi dan proses manajemen secara memadai;
  2. Mewujudkan lingkungan online yang aman dan sesuai peruntukkannya berdasarkan perkembangan usia;
  3. Membangun proses standar untuk menangani konten yang mengandung pelecehan seksual anak;
  4. Mendidik anak, orangtua dan guru tentang keamanan anak dan tanggung-jawab penggunaan TIK;
  5. Mempromosikan teknologi digital sebagai sarana untuk partisipasi publik dalam perlindungan anak.

Widuri memberi pesan, peran orangtua bukan hanya mengawasi tapi juga mengikuti perubahan dunia teknologi. “Langkah-langkah tersebut tidak akan berjalan lancar apabila orangtua tidak berusaha mengerti teknologi. Ditambah kemampuan anak belajar dengan lebih cepat,” pungkasnya. (pag)

 

Print Friendly, PDF & Email