Jakarta, Ditjen Aptika – Startup Bukalapak merasa kesulitan mencari talenta digital dari dalam negeri. Kominfo pun menawarkan program untuk menutup celah tersebut.
“Kendala dan tantangan yang sering kita hadapi ialah banyak yang mengaku talenta IT, tapi tidak mengerti algoritma dasar. Secara agregat 97% gagal dari 30 ribu orang engineer yang melamar, artinya talenta digital di Indonesia masih sangat minim,” ujar Vice President Engineering Bukalapak, Ibrahim Arif, saat memberikan materi pada acara workshop Narrowing Digital Skills Gap In Indonesia, di Gedung Kominfo, Jakarta, Rabu (31/07/2019).
Kendala tidak berhenti pada proses seleksi, tapi juga menyangkut kompetensi dan performa. Dari hasil seleksi, sekitar 5% berkinerja buruk dan tidak lolos masa percobaan. Beberapa pegawai juga tidak memiliki kompetensi wajib, seperti HTML, CSS, Javascript, Document Object Model, User Driven Development, dan Unit Testing.
Bukalapak juga membuka peluang mahasiswa yang ingin magang. “Jika memiliki performa baik Bukalapak akan memberikan tawaran bekerja penuh. Namun yang terjadi ialah 90% mahasiswa magang tidak lolos seleksi,” lanjut Ibrahim.
Sementara itu Kementerian Kominfo melalui Badang Litbang SDM menawarkan program Digital Talent Scholarship (DTS). Program tersebut memberikan beasiswa pelatihan intensif bagi 25.000 peserta untuk meningkatkan keterampilan dan daya saing SDM di bidang TIK.
Menurut Kepala Badan Litbang SDM, Basuki Yusuf Iskandar, lulusan DTS ini dapat mengisi kekosongan industri. Termasuk mendukung program 1000 Startup Digital yang diselenggarakan oleh Ditjen Aptika. Apalagi potensi ekonomi digital di era Revolusi Industri 4.0 semakin besar.
Lihat Juga: 1000 Startup Digital
“Nilai transaksi online di Indonesia tahun 2015 sebesar USD 18 milyar, tahun 2018 tumbuh menjadi USD 27,2 milyar. Hal tersebut menandakan bahwa ekonomi kita bergerak ke arah ekonomi digital dan mau tidak mau kita harus mengadopsinya,” jelas Basuki.
Selain itu, kata Basuki, 65% siswa SD saat ini nantinya akan bekerja di bidang yang sangat baru bahkan saat ini belum ada. “Kita harus menyiapkan ladang pekerjaan untuk mereka. Jika tidak berhasil akan ada bottleneck yang luar biasa di bidang ketenagakerjaan,” tegasnya.
Berdasarkan survei BPS, sebanyak 40,51% tenaga kerja berpendidikan maksimal SD. Jumlah pengangguran pun cukup banyak, tidak hanya level SD, SMP, dan SMA, tetapi juga universitas. (lry)