Jakarta, Ditjen Aptika – Kasus hukum yang menimpa salah satu youtuber asal Indonesia Rius Fernandes mengenai postingan videonya di Youtube mengenai kabin di maskapai Garuda Indonesia mengundang banyak komentar publik. Menurut warganet, Pasal 27 UU ITE membelenggu kebebasan berekspresi dan tidak selaras dengan hak digital.
Sebelumnya, Tomy Tampatty Ketua Harian Serikat Pekerja Garuda Indonesia melaporkan Rius Fernandes dengan pasal 27 UU ITE terkait pencemaran nama baik, karena merasa video yang diposting oleh yang bersangkutan merugikan reputasi Maskapai Garuda Indonesia.
Berdasarkan catatan Metro TV, sejak tahun 2008 hingga 2019 ada 269 kasus ke polisi yang terkait UU ITE. Terbanyak sebanyak 210 kasus menjerat warganet berkaitan Pasal 27 tentang pencemaran nama baik.
“Kementerian Kominfo sejak menginisiasi UU ITE pada tahun 2003 dan diundangkan pada 2008 serta direvisi pada 2016 sudah memperkirakan hal seperti ini. Tolak ukur UU ITE sangat jelas, sejumlah pasal 27, 28, dan 29 yang disebutkan memiliki unsur-unsur dimana semua unsurnya harus terpenuhi dalam melaporkan melalui delik aduan. Untuk proses lebih lanjut nanti akan melalui penegak hukum,” jelas Ferdinandus Setu, Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, saat diundang Metro TV, Kamis (18/07/2019).
“Ketika sebuah organisasi seperti maskapai Garuda melaporkan pencemaran nama baik, nanti dalam proses penegakan hukum akan dinilai, apakah Garuda memiliki hak untuk melakukan itu, karena dalam keputusan MK yang disebut dengan reputasi atau nama baik hanya dimiliki oleh orang per orangan atau individu,” lanjut Nando.
Nando juga menambahkan, di era digital orang memiliki hak untuk mereview atau memberikan penilaian ketika mendapatkan sebuah layanan publik. Baik pelayanan baik maupun pelayanan buruk, melalui akun media sosial mereka. Hal tersebut dinilai lebih efektif dalam mendapatkan perhatian dibanding lewat pesan pribadi. “Hal tersebut tidak salah dalam perspektif UU ITE,” tegas Nando.
Ketika ditanya mengenai desakan warganet untuk kembali merevisi UU ITE, Nando mengatakan bahwa pasal 27 UU ITE belum perlu direvisi dan sangat dibutuhkan. Jika tidak ada pasal 27 maka akan terjadi kekacauan serta kegaduhan di media sosial, orang akan saling hina dan mencemarkan nama baik. Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan bahwa pasal 27 adalah sangat sah dan sesuai UUD 1945.
Diakhir sesi, Nando mengajak para warganet untuk dapat bijak bermedia sosial dan menjamin kebebasan berekspresi, selama tetap berpedoman pada UU ITE. (lry)