Jakarta, Ditjen Aptika – Menkominfo Rudiantara menegaskan pembatasan sejumlah media sosial pada aksi 22 Mei lalu bukanlah pemblokiran. Pembatasan fitur video dan gambar saat itu efektif mengurangi hoaks, ujaran kebencian dan konten-konten negatif.
“Kami melakukan pembatasan fitur pada sosial media dan instant messaging terbatas pada video dan gambar. Jadi teks, video conference, video call, dan browsing web tidak kami batasi,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, saat Open House Idul Fitri 1 Syawal 1440 H di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Rabu (05/06/19).
Menurut Rudiantara, konten-konten negatif melalui video dan gambar akan cepat memicu emosi warga. Pembatasan tersebut diikuti pemblokiran URL yang mengandung konten-konten terlarang.
“Ini efektif, karena dari tanggal 22 Mei kami berhasil memblokir 600-700 URL dan setiap harinya menurun. Hingga hari terakhir pada tanggal 24 Mei kurang lebih tinggal 300-400 URL saja,” ungkapnya.
Meskipun, lanjut Rudiantara, masih ada satu hingga dua URL (Uniform Resource Locator) yang luput dari pemblokiran. Hal ini menjadi tugas bersama warga dan pemerintah untuk mengawasi dan melaporkan.
Aksi lebih lanjut terkait pembatasan ini juga didasari program literasi digital untuk penyebaran informasi lebih luas. Agar tindakan pencegahan lebih efektif, perlu diseimbangkan antara literasi digital pendekatan kultural dan pendekatan struktural.
“Seperti warga Norwegia yang memperoleh pendidikan mengenai memilah informasi sejak usia dini. Namun tentu saja saya harus bekerja sama dengan sektor pendidikan,” kata Rudiantara.
Acara Open House Idul Fitri yang diadakan Menkominfo turut dihadiri oleh sejumlah kerabat dan duta besar sejumlah negara. Di hari yang fitri tersebut, Menteri Rudiantara berharap menjadi ajang saling memaafkan sehingga dapat mengurangi tindakan kebencian, penyebaran hoaks, dan konten-konten negatif. (pag)