Jakarta, Ditjen Aptika – Menanggapi terkait teknologi jaringan seluler generasi kelima atau 5G, Kementerian Kominfo memilih untuk melihat terlebih dahulu bagaimana model bisnis dari jaringan 5G.
“Model bisnisnya belum ada untuk customer market, kalo corporate market market sih gak ada masalah. Di Korea juga mereka mulai dari corporate market, selain memang daya beli masyarakat Korea juga lebih tinggi. Wajar kalau mereka lebih dulu,” Menteri Kominfo Rudiantara saat Open House Idul Fitri di Rumah Dinas Menteri Kominfo, Rabu (05/06/2019).
Rudiantara belum bisa memastikan kapan teknologi jaringan 5G bisa diterapkan di Indonesia. Saat ini pemerintah sedang menyiapkan aturan mainnya. Dia mengatakan pemerintah hanya sebagai regulator atau pembuat kebijakan yang tidak ketat (light touch regulation).
Menurutnya Indonesia memiliki pasar yang jauh lebih besar, jaringan 5G kecepatannya bisa 10X lebih cepat dibandingkan 4G LTE dengan tingkat delay yang lebih rendah. Namun apakah masyarakat siap untuk membayar tiga hingga empat kali lebih mahal?
Menteri akan mempertimbangkan pada saat model bisnis teknologi 5G sudah ada, merujuk pada negara tetangga Singapore. “SingTel perusahaan yang bisa dikatakan maju dari sisi teknologinya masih mempertimbangkan 5G di tahun 2021. Kominfo masih melakukan uji coba terkait teknologi 5G, seperti pada saat Asean Games 2018. Juga merujuk perbandingan dari beberapa negara seperti Jepang, Korea dan Eropa,” katanya.
Menkominfo menargetkan pada 2019 ini tarif operator seluler di seluruh Indonesia tak lagi beda. Ia berharap saat infrastruktur sudah ada dan pemerintah mensubsidi maka harganya tidak berbeda. Saat ini tarif operator seluler di wilayah timur Indonesia lebih mahal 65 persen per megabyte dibanding wilayah barat, khususnya Jakarta. Perbedaan harga disebabkan karena tingginya biaya operator dalam membangun jaringan di sana. (and)