Jakarta, Ditjen Aptika – Mewujudkan kota pintar tidak selalu mengenai belanja teknologi, melainkan pola pikir dan keinginan menjadi lebih baik. Dampaknya ialah peningkatan layanan publik untuk menghadapi transformasi digital.
“Teknologi merupakan enabler bukan satu-satunya solusi membangun smart city, yang utama ialah mindset. Pola kerja pemerintah dalam melayani masyarakat harus dirubah menjadi lebih baik dan cepat, jangan sampai kita di-bully di media sosial karena layanan yang tidak prima,” ucap Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, saat diskusi panel dalam acara Opening Ceremony Gerakan Menuju 100 Smart City 2019, di Hotel Santika Jakarta, Rabu (15/05/2019).
Semuel kemudian melanjutkan, “Membangun smart city tidak bisa instan hanya 5 atau 10 tahun, harus ada konsistensi dan harus keberkelanjutan. Program Gerakan Menuju 100 Smart City yang diinisiasi Kominfo ini merupakan tahap awal, kami bantu untuk membimbing kota/kabupaten dalam menyusun masterplan smart city.”
Semuel berharap masterplan ini akan menjadi pegangan pemerintah daerah dalam mewujudkan smart city di daerah masing-masing. “Jika bisa masterplan ini dijadikan Perda, agar di masa yang akan datang terjadi pergantian pemimpin, tidak akan berubah agar dapat terus berkelanjutan,” ujarnya.
Dalam sesi diskusi, perwakilan dari Kota Jayapura berpendapat bahwa mayoritas penduduk di Papua masih belum dapat menerima teknologi, perilaku mereka masih sangat tradisional sehingga sulit menerima perubahan.
Menanggapi hal tersebut, Semuel menjawab dengan memberikan contoh. “Dahulu siapa yang pakai ojek online? Jumlahnya sangat sedikit, tapi seiring berjalannya waktu masyarakat merasakan manfaat dari ojek online tersebut, sehingga hampir semua menggunakannya saat ini. Semua akan ada prosesnya, dalam masterplan tidak sama penerapannya di setiap daerah, tapi menyesuaikan apa yang dibutuhkan daerah tersebut,” paparnya.
“Yang terpenting ialah mindset untuk mau berubah, hal lain seperti pendanaan dan infrastruktur akan ada jalannya, semesta akan mendukung. Semua elemen harus bekerja keras dalam mewujudkan kota pintar, untuk menuju Indonesia menjadi smart nations,” pungkas Semuel.
Gerakan Menuju Smart City tahap tiga ini melibatkan 25 Kabupatan/Kota, sebagai berikut:
- Kabupaten Gunung Kidul
- Kabupaten Banyumas
- Kabupaten Sragen
- Kabupaten Wonosobo
- Kabupaten Banjar
- Kabupaten Kebumen
- Kabupaten Situbondo
- Kabupaten Demak
- Kabupaten Klaten
- Kabupaten Padang Pariaman
- Kabupaten Tangerang
- Kabupaten Tabalong
- Kota Cilegon
- Kota Depok
- Kota Magelang
- Kota Madiun
- Kota Kediri
- Kota Balikpapan
- Kota Batu
- Kota Ambon
- Kota Bontang
- Kota Banda Aceh
- Kota Tanjung Pinang
- Kota Kupang
- Kota Jayapura
Gerakan Menuju 100 Smart City telah diselenggarakan secara bertahap dari tahun 2017 hingga tahun 2019, dengan harapan memunculkan 100 kabupaten/kota yang dapat dijadikan contoh (role model) dalam penerapan kota pintar. Program smart city merupakan inisiasiasi Kementerian Kominfo bekerja sama dengan Kemendagri, Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian PUPR, Kementerian PANRB, Kantor Staf Presiden dan Kompas Gramedia.
Gerakan Menuju 100 Smart City ditujukan untuk menciptakan kabupaten/kota yang berdaya saing dan berbasis teknologi informasi didukung sinergi pembangunan tata pemerintahan cerdas (smart governance), branding daerah yang cerdas (smart branding), ekonomi cerdas (smart economy), kelayakan hidup yang cerdas (smart living), masyarakat cerdas (smart society) dan pemeliharaan lingkungan cerdas (smart environment).
Selain Dirjen Aptika, turut hadir Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Deputi II Kantor Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho, Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti, Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Ketua APEKSI Airin Rachmi Diany, Head of Busines Development Indosat Ooredoo Hendra Sumiarsa, Public Sector Sales PT SAP, dan 75 perwakilan Kabupaten/Kota Gerakan Menuju 100 Smart City tahap 1 dan 2. (lry)
Galeri Foto Opening Ceremony Gerakan Menuju 100 Smart City 2019