Jakarta, Ditjen Aptika – Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan budaya besar berpotensi menciptakan startup digital di sektor heritage. Kekayaan budaya di Indonesia tersebut dapat dikelola dengan lebih profesional menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
“Sektor-sektor strategis lain yang juga masih terbuka lebar untuk digarap adalah pertanian, pendidikan, kesehatan, pariwisata, logistik dan energi,” kata Sebastian Alex Dharmawangsa selaku Kepala Program Innovative Academy Gerakan 1000 Startup Digital saat Festival Literasi Digital (FIRAL) di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Rabu (27/3/2019).
Festival yang berlangsung pada tanggal 26 – 27 Maret ini menghadirkan banyak praktisi startup yang lahir dari Gerakan Nasional 1000 Startup Digital. Mereka memotivasi para mahasiswa UNS agar bersemangat menjadi pengusaha startup di ranah digital.
Hal senada juga disampaikan oleh Syafri Yuzal selaku CEO PT Aino Payment Service, startup di bidang financial technology. “Indonesia akan mendapat anugerah bonus demografi selama rentang waktu 2020- 2035, yang mencapai puncaknya pada 2030. Kelompok usia produktif ini sangat potensial untuk menciptakan inovasi teknologi digital,” kata Syafri.
Pada saat itu jumlah kelompok usia produktif (umur 15-64 tahun) jauh melebihi kelompok usia tidak produktif (anak-anak usia 14 tahun ke bawah dan orang tua berusia 65 ke atas). Jadi kelompok usia muda kian sedikit, begitu pula dengan kelompok usia tua.
Bonus demografi ini tercermin dari angka rasio ketergantungan (dependency ratio), yaitu rasio antara kelompok usia yang tidak produktif dan yang produktif. Pada 2030 angka rasio ketergantungan Indonesia akan mencapai angka terendah, yaitu 44%.
Acara Roadshow 1000 Startup Digital dalam rangkaian kegiatan FIRAL ini dihadiri lebih dari 300 mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta fakultas-fakultas lainnya di UNS Surakarta. Hadir membuka kegiatan ini Dekan FMIPA Ari Handono Ramelan. (kwm)