Jakarta, Ditjen Aptika – Aplikasi berbagi video Youtube memiliki fitur Restricted Mode yang dapat menyembunyikan video dengan konten yang dianggap tidak pantas, yang pernah ditandai oleh pengguna atau dengan pelaporan yang lain.
“Pengaturan Restricted Mode di Youtube merupakan semacam akses kontrol yang dikhususkan kepada orangtua untuk membatasi konten video untuk anaknya. Mode ini membuat Youtube juga Google secara otomatis mendeteksi dan memblokir akses dari konten yang tidak pantas dan tidak sesuai (dengan batasan) usianya,” ujar Slamet Santoso, Plt. Direktur Pemberdayaan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika saat kegiatan Smart School Online di Jakarta, Selasa (12/03/2019).
Selain dilakukan oleh orang tua, pengaturan Restricted Mode juga bisa dilakukan di level penyedia jasa internet (Internet Service Provider/ISP) atau operator telekomunikasi. Bisa jadi operator telekomunikasi itu melakukan pembatasan akses di lokasi seperti sekolah.
Slamet pun mencontohkan cara pengaktifan Restricted Mode di Youtube. Pertama adalah buka aplikasi Youtube, kemudian pilih menu setting atau setelan. Selanjutnya pilih menu general atau umum, cari pilihan restricted mode atau mode terbatas, dan kemudian aktifkan.
Ditambahkan oleh Slamet, bahwa sebagai orangtua di era milenial saat ini harus cerdas mengetahui berbagai media sosial yang berkembang, bukan hanya menggunakan media sosial dan sibuk eksistensi sendiri, melainkan juga ikut memantau akun anak di media sosial. Setiap orangtua harus paham bahwa ada batasan usia anak dalam membuat sebuah akun di media sosial.
Batasan usia pengguna di platform media sosial bermacam-macam. Media sosial Facebook, Instagram, Twitter, Pinterest, Google, Snapchat di usia 13 tahun. Menyusul di usia 14 tahun untuk LinkedIn, 16 tahun untuk fitur Whatsapp dan Line. Usia 17 tahun untuk Vine dan Tinder, dan usia 18 tahun untuk Youtube, Foursquare, Wechat dan Flickr.
Kegiatan Smart School Online diadakan di Hotel Whiz Prime, Kelapa Gading, Jakarta pada hari Selasa, 12 Maret 2019 oleh Google Indonesia, Sejiwa Institute, ICT Watch dan ECPAT . Peserta yang hadir terdiri dari guru, orangtua dan LSM di bidang internet dan TIK, sebanyak 300 orang. (hel)