Jakarta, Ditjen Aptika – Munculnya wacana untuk membuat fatwa haram terhadap game Playerunknown’s Battleground (PUBG) menjadi topik hangat di media sosial belakangan ini. Namun setelah menggelar focus group discussion (FGD) untuk membahas hal tersebut belum diperoleh keputusan konkret.
“Hasil FGD tadi masih awal, belum sampai penentuan apakah game ini dilarang atau tidak. Pertemuan hari ini juga tidak secara spesifik membahas mengenai game PUBG, namun game online secara keseluruhan,” ucap Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan saat FGD dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Selasa (26/3/2019).
“Jika suatu game dianggap mengandung kekerasan, (maka) perlu ada penjelasan sejauh mana sebuah aksi dikategorikan sebagai kekerasan,” lanjut Semuel.
Pertemuan tersebut juga belum membahas secara rinci batasan-batasan mengenai game yang mengandung kekerasan, tapi mulai mengidentifikasi permainan seperti apa yang perlu diperhatikan. Secara umum pertemuan kali ini bertujuan untuk menata game yang ada di Indonesia.
Semuel menyatakan akan ada pertemuan yang lebih komprehensif mengenai game di waktu mendatang, tidak menutup kemungkinan kementerian akan bertemu dengan lembaga lain untuk mengkaji isu ini, termasuk dengan pengembang game.
Sedangkan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengatakan Komisi Fatwa MUI akan mengkaji lebih dalam sebelum memutuskan perlu atau tidak dikeluarkan fatwa khusus terhadap game-game tersebut. “Soal tindak lanjutnya bentuk fatwa atau penerbitan peraturan UU nanti akan sangat terkait di pendalaman komisi fatwa,” kata Asrorun.
Lebih lanjut dirinya mengatakan bahwa game-game dengan konten kekerasan adalah produk budaya, selain punya sisi positif tapi juga memiliki sisi negatif. Sisi positif ini bisa dioptimasi melalui e-sports, sementara sisi negatif perlu untuk dibatasi dan dilarang.
MUI juga mengusulkan untuk melihat kembali Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik. Hal tersebut untuk mencegah dampak buruk permainan game online.
“Komisi hukum MUI mengusulkan adanya review Permen 11 2016 yang merupakan ikhtiar pemerintah yang memberikan pengaturan terhadap game, agar bisa lebih tinggi manfaatnya dan juga dicegah mafsadah (buruk) yang ditimbulkan,” pungkas Niam.
Acara FGD tersebut dihadiri oleh Dirjen Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF, Ketua Asosiasi e-Sport Indonesia Eddy Lim, Komisioner KPAI Margareth Maimunah, ahli psikologi forensik Reza Indragiri, dan perwakilan kantor staf kepresidenan Abraham Wiratomo. (lry)