Jakarta, Ditjen Aptika – Mengapa kita terkadang sulit lepas dari sebuah gawai (smartphone)? Salah satu alasannya adalah media sosial. Media sosial adalah sebuah media daring (online), yang dimanfaatkan sebagai sarana pergaulan sosial secara online di internet.
Di media sosial, para penggunanya dapat saling berkomunikasi, berinteraksi, berbagi, berjejaring dan berbagai kegiatan lainnya. Dengan menggunakan teknologi website atau aplikasi, media sosial mengubah suatu bentuk interaksi ke dalam bentuk dialog interaktif digital. Beberapa contoh aplikasi media sosial yang banyak digunakan adalah Facebook, Youtube, Whatsapp, Instagram dan masih banyak lainnya.
Dengan segala kemudahan yang diperoleh selama menggunakan aplikasi media sosial tersebut, seperti kemudahan mendapatkan informasi, berbagi ide ataupun foto, tanpa disadari banyak dari kita sebagai pengguna lupa akan batasan-batasan terutama soal waktu yang akhirnya membuat kita kecanduan dan sulit melepaskan diri dari gawai yang sudah terpasang aplikasi media sosial tersebut.
Ternyata aplikasi media sosial memang sengaja dirancang untuk membuat kita kecanduan. Rasa kecanduan kita adalah sumber keuntungan bagi perusahan media sosial. Semakin lama penggunanya menghabiskan waktu menjelajahi di aplikasinya, akan semakin banyak iklan yang muncul dan ditampilkan, maka mereka akan mendapatkan keuntungan dari iklan tersebut. Sehingga, para perusahaan aplikasi media sosial tersebut akan berlomba-lomba merenggut perhatian penggunanya.
Bagaimana cara mereka membuat kita sebagai penggunanya merasa kecanduan ? Berikut beberapa penyebabnya:
1. Linimasa
Dari aktivitas yang kita lakukan, perusahan media sosial mengamati setiap aktivitas kita di aplikasi mereka. Seperti memata-matai dan menganalisa terus menerus apa yang kita lihat, tonton, “like” atau sukai, apa yang kita baca, siapa teman akrab bahkan keluarga kita, bahkan di tahun politik seperti saat ini mereka bisa mengetahui siapa politisi yang kita dukung. Lama-lama kelamaan, mereka memahami hal apa yang menjadi kesukaan dan selera kita.
Dengan analisa dan pemahaman mereka tersebut, mereka akan memanfaatkannya dengan menaruh linimasa yang kita sukai, setiap saat. Perusahaan tersebut tidak peduli baik buruknya konten yang mereka tampilkan di linimasa kita, karena yang penting, konten mereka terpilih akan menyita perhatian dan membuat kita lebih lama menghabiskan waktu di aplikasi.
2. Dopamin
Apa yang kita rasakan ketika mendapatkan “like” atau “follower” dari teman di media sosial? Perasaan senang? Dihargai? Ingin menerima lagi? ini bukanlah sebuah kebetulan. Perusahaan media sosial tahu betul kalau kita diberi “like”, notifikasi, komen atau pesan maka otak kita akan menghasilkan semburan dopamin.
Dopamin adalah zat yang mempengaruhi rasa bahagia dan rasa dihargai. Meski demikian, jika hal tersebut berlangsung berlebihan bisa berbahaya.
Setiap kali memakai media sosial kita diberi dopamin dengan cara yang tepat untuk memaksimalkan kecanduan kita. Sebagian orang merasa gelisah, jika tidak membuka media sosial.
3. Notifikasi
Pemasukan perusahaan media sosial akan berkurang ketika kita tidak membuka dan menggunakan aplikasi media sosial. Jadi, mereka memberikan notifikasi dengan bunyi yang ceria, untuk mengajak kita kembali membuka media sosial, lagi dan lagi.
Notifikasi ini membuat kita semakin sulit berkonsentrasi pada kegiatan produktif di dunia nyata. Bahkan tidak sedikit menjauh kita dari orang-orang yang justru berdekatan secara fisik dan nyata di sebelah kita.
Berdasarkan survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017, durasi penggunaan internet per hari yaitu 1-3 jam sebanyak 43,89 %, 4-7 jam sebanyak 29,63% dan lebih dari 7 jam sebanyak 26,48%, sehingga bisa dirata-ratakan penggunaan internet mencapai 3-5 jam/per harinya dengan layanan yang banyak diakses untuk aplikasi pesan singkat dan media sosial.
Coba dibayangkan, berapa banyak waktu yang telah banyak terbuang. Kalau tidak hati-hati, waktu kita yang berharga bisa terbuang sia-sia, hanya untuk keuntungan perusahan media sosial atau pihak lainnya.
Pilihan ada di tangan kita semua.
Sumber : Video Social Media Addiction dari Sahabat Keluarga Kemedikbud, APJII, dan Google.