Bengkulu – Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika, Riki Arif Gunawan, membuka bimtek di Bengkulu bertema “Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang ITE dan Penanganan Pertama Bukti Elektronik dengan Forensik Digital”. Dalam sambutannya Riki menyampaikan perlu ketepatan penerapan pasal dan prosedur penanganan barang bukti elektronik dalam penanganan kejahatan siber. Dengan adanya UU ITE untuk memberikan kepastian hukum di bidang informasi dan transaksi elektronik aparat penegak hukum harus benar-benar memperhatikan ketepatan penerapan dan pemenuhan unsur pasal dalam Undang-Undang ITE ketika menangani Kejahatan Siber serta dapat memastikan integritas dan keabsahan alat bukti elektronik yang terkait dengan tindak pidana yang sedang ditangani (13/9).
Bimtek merupakan kerjasama Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo dengan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bengkulu dihadiri oleh 40 orang penyidik baik dari jajaran unit Siber Polda Bengkulu maupun dari unit Siber di Polres kabupaten dan kota di wilayah provinsi Bengkulu. Hadir dalam Bimtek Wakil Direktur (Wadir) Krimsus AKBP Rohadi SH, MH mewakili Direskrimsus Kombes Pol. Ahmad Tarmizi, SH yang sedang ada giat di Jakarta dan Kasubdit Tipikor sekaligus PS Subdit SIber Polda Bengkulu, AKBP Andi Arisandy.
Bertempat di Aula Polda Bengkulu pada tanggal 13 dan 14 September 2018, terdapat dua sesi yang berbeda dalam pelaksanaan bimbingan teknis di Bengkulu kali ini. Sesi pertama berkenaan dengan Aspek Hukum dalam penanganan tindak pidana Siber yang disampaikan oleh Kasubdit Penyidikan dan Penindakan Teguh Arifiyadi, SH,MH,CEH,CHFI dan Kepala Seksi Penindakan Albert Aruan SH, CEH.
Dalam paparannya Kasubdit Penyidikan dan Penindakan, Teguh Arifiyadi, menyampaikan bahwa menempati urutan pertama dalam statistik kejahatan Siber yang terjadi dan ditangani adalah terkait dengan pelanggaran pasal 27 ayat (3) UU ITE : setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Lebih lanjut, Kasubdit Teguh Arifiyadi menyatakan bahwa Penyidik harus lebih berhati-hati dalam penggunaan pasal 27 ayat (3) ini. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan pasal tersebut :
- Pelapor. Karena pasal ini adalah pasal yang termasuk dalam delik aduan, maka Pelapor dalam kasus ini haruslah seseorang yang menjadi korban;
- Korban. Korban yang dimaksud dalam pasal ini adalah orang per orangan (personil) secara individu bukan Perusahaan, Organisasi atau Badan Hukum lainnya;
- Unsur Kesengajaan dan tanpa hak;
- Unsur dimuka umum.
Dipenghujung acara, dalam diskusi hangat Wadir Krimsus AKBP Rohadi SH, MH menyampaikan kekhawatirannya berkenaan dengan perangkat elektronik khususnya handphone yang saat ini beredar secara masif di Indonesia yang bisa saja baik disengaja ataupun tidak disengaja dalam handphone yang beredar ada media baik secara perangkat keras (hardware) ataupun perangkat lunak (software) untuk melakukan kegiatan pencurian data pribadi atau kegiatan spionase. Lebih lanjut, Wadir Krimsus menanyakan peran yang telah dan akan diambil oleh Kementerian Kominfo untuk mengatisipasi atas apa yang dikhawatifkannya tersebut. (SYO)