Jakarta, Ditjen Aptika – Teknologi virtualisasi data center seperti cloud computing akan menggeser capex menjadi opex. Penerapannya akan mengikuti aturan yang ada terutama PP PSTE.
“Penggunaan cloud computing dapat menekan capital expenditure (capex) dan operating expenses (opex) menjadi lebih efisien. Lebih lanjut dengan Amazon Web Service (AWS), pengadaan aset dapat dihilangkan sehingga hanya biaya operasional saja,” kata Furin Ongko dari Amazon Web Service Indonesia saat acara Sharing Knowledge Cloud Computing di Gedung Kominfo Jakarta, Rabu (12/02/2020).
Selain itu, lanjut Furin, melalui AWS dapat diterapkan pengeluaran sesuai kebutuhan atau ‘on demand‘. Seringkali akibat pengadaan kapasitas pengolahan data yang melebihi kebutuhan menyebabkan pemborosan anggaran.
“Misalnya ketika ada penerimaan siswa baru secara daring, melalui layanan cloud computing kebutuhan server dapat dipesan saat kegiatan. Tidak perlu pengadaan komputer dan jaringan yang merepotkan serta boros,” ujar Furin.
Tidak hanya AWS, Amazon pun menyediakan layanan Simple Storage Service (S3) dan Glacier sebagai sarana penyimpan. “Harganya sangat terjangkau, per bulan 1 GB hanya Rp 350 (US$ 0.025) untuk S3 dan Rp 70 (US$ 0.005) untuk Glacier,” jelas Furin.
Furin pun memastikan AWS akan tunduk pada regulasi yang berlaku di Indonesia. “Kami akan membuka layanan di Indonesia sekitar tahun 2022. Tentu AWS akan comply dengan aturan yang ada, khususnya PP PSTE dimana data-data pemerintah harus disimpan dan dikelola di dalam negeri,” tegas Furin.
Lihat Juga: Aptika Usulkan Surat Edaran Pemanfaatan Layanan Cloud
Sementara itu Kepala Biro Kepegawaian dan Organisasi Kemkominfo, Cecep Ahmed Feisal menyambut baik dilakukannya pengembangan kompetensi ASN.
“Dasarnya PP 11/2017 tentang Manajemen ASN, dimana setiap PNS wajib mendapatkan 20 JP setiap tahunnya untuk pengembangan kompetensi. Ada tiga lapis sumber anggaran, pertama biro kepegawaian, kedua dari badan litbang SDM, dan ketiga dari Aptika bekerja sama dengan SiberKreasi,” ujar Cecep.
Namun tugas belajar atau izin belajar disesuaikan dengan organisasinya bukan untuk mendukung keinginan pribadinya. “Harus dibuktikan apakah kegiatan tersebut mendukung organisasinya. Kami pasti akan menolak tugas atau izin belajar yang menyimpang,” pungkas Cecep. (mhk)