Denpasar, Ditjen Aptika – Forum Evaluasi Smart City 2024 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan tema “Transformasi Digital dan Inovasi Teknologi Menuju Indonesia Emas” berlangsung sejak Senin-Kamis (24-27/06/2024). Kegiatan ini berlangsung paralel dengan kegiatan evaluasi implementasi smart city tahap 1 tahun 2024.
Evaluasi implementasi tahap pertama ditujukan bagi 241 kabupaten/kota yang telah melaksanakan program Kota Cerdas selama 2017-2023. Proses evaluasi melibatkan 48 asesor dari berbagai bidang keahlian.
Salah satu asesor, Fitrah Rachmat Kautsar ME., menjelaskan forum ini menjadi suatu momen yang baik karena evaluasi ini bagian dari monitoring juga perkembangan dari pelaksanaan program smart city di masing-masing kota/kabupaten tersebut.
“Kondisinya beragam, ada kota/kabupaten yang sudah advance atau sudah baik sekali dalam pelaksanaan program Smart City-nya, dan juga ada yang memang belum terlihat hasilnya di lapangan, tetapi juga masih ada yang berproses,” papar Fitrah.
Selanjutnya, evaluasi ini bermaksud untuk melihat dan mengukur capaian-capaian apa yang telah diraih dalam program smart city di setiap kota/kabupaten. Ditambahkan beliau, indikator penilaian sudah diatur dalam level yang sifatnya output, outcome, juga impact dari enam dimensi yang ditetapkan dalam smart city.
“Kalau berangkat dari output, mungkin sifatnya lebih kepada kegiatan, kalau outcome, hasil dari programnya dan impact, dampaknya jangka panjang,” paparnya.
Sementara itu diketahui, dua provinsi yakni Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang telah berhasil menerapkan konsep kota cerdas pada sebanyak 80% kota/kabupaten pada wilayah provinsinya.
“Sehingga kemudian Kementerian Kominfo melanjutkan program pendampingan untuk smart city ini ke smart provinsi. Jawa Barat dan DI Yogyakarta terpilih untuk mendapatkan pendampingan Smart Province untuk menyusun master plan smart province. Provinsi yang lain, mungkin ada yang juga yang sudah punya master plan smart province, tetapi jumlah kabupaten/kotanya belum mencapai 80%,” paparnya.
Disampaikannya juga, dalam evaluasi yang berlangsung selama empat hari tersebut terungkap perkara klasik yang menjadi kendala pelaksanaan kota cerdas, antara lain keterbatasan dari APBD.
“Kita mendorong kabupaten/kota, untuk bisa mengembangkan sumber pembiayaan alternatif. Misalkan menggunakan CSR, atau KPBU, atau investasi, dan strategi bagaimana mendekati investor,” ucapnya.
Asesor lain, Dr. Wikan Danar Sunindyo, dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan bahwa evaluasi smart city di tahun 2024 ini merupakan salah satu tahapan bagi kota/kabupaten di Indonesia yang mengikuti program smart city, untuk mendapatkan masukan-masukan dan arahan dari asesor-asesor yang berasal dari berbagai latar belakang.
Banyak kota/kabupaten sudah bisa maju, tapi beberapa masih mengalami kendala ataupun kesulitan, karena tahun 2020 sampai 2022, terjadi pandemi Covid-19 dan beberapa daerah mengalami kesulitan penganggaran. Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu dan perbaikan ekonomi, akhirnya program smart city mulai berjalan kembali.
“Namun, tentu saja salah satu masalahnya adalah koordinasi. Jadi ini sebenarnya masalah yang cukup klasik, masing-masing OPD tidak bisa bekerja-sama dan menganggap program smart city hanya menjadi kinerja Kominfo. Jadi mereka tidak merasa ikut bertanggung jawab. Sehingga koordinasi kurang, dan pada akhirnya dari sisi pencatatan, dari sisi evaluasi itu dinilai kurang,” papar Wikan.
Karena itu, dibutuhkan pemimpin daerah dengan leadership yang cukup kuat sebagai pimpinan dari semua OPD, dan bisa memberikan arahan, bahwa ini adalah program untuk semua. Semua OPD harus bekerja sama dan saling membantu.
Di sisi lain, Prof. Yudo Giri Sucahyo dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI) yang juga merupakan salah satu asesor mengungkapkan soal kesenjangan digital antar kota/kabupaten.
“Smart city yang ada di Jakarta tentu saja kalau dibandingkan dengan pemerintah kabupaten/kota lain yang penuh keterbatasan, terjadi kesenjangan yang cukup tinggi. Tetapi saya senang, dari seluruh kabupaten/kota, semangat untuk mengikuti evaluasi ini dan mereka berterima kasih kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika yang sudah memiliki hajatan nasional yang dulu dimulai dengan gerakan menuju 100 smart city, yang lalu kemudian terus berlanjut sampai sekarang,” paparnya.
Dalam forum ini, kabupaten/kota akhirnya memiliki arah pengembangan smart city 3-5 tahun kedepan, dan memahami kelemahan dari sisi infrastruktur, aplikasi, atau dari sisi kelembagaan dalam perencanaan.
“Masalah klasik memang pasti muncul, yakni persoalan anggaran. Kami sampaikan kepada, kabupaten/kota untuk menimba pelajaran dari kabupaten/kota yang lain, punya inisiatif kreatif yaitu membentuk yang namanya forum corporate social responsibility,” jelasnya.
Menurut Prof. Yudo, seluruh penilaian yang dilakukan dalam forum evaluasi tersebut, akan menjadi masukan ke Kementerian dan akan disampaikan langsung kepada pimpinan daerah.