Jakarta, Ditjen Aptika – Aplikasi umum dengan Satu Data Indonesia (SDI) dinilai dapat mewujudkan terciptanya pelayanan publik yang terpadu serta birokrasi kredibel dan transparan. Namun masih banyaknya aplikasi-aplikasi sejenis yang dikeluarkan oleh kelembagaan maupun pemerintahan daerah, sehingga dari
Oleh karena itu, diperlukan adanya konsolidasi dan imigrasi data dari aplikasi sejenis, yang kemudian diintegrasikan ke aplikasi umum. Aplikasi sejenis juga harus dinonaktifkan atau dimatikan. Tujuannya, guna menghindari tidak optimalnya layanan aplikasi sejenis tersebut, baik bagi masyarakat maupun pemerintah.
Sekretariat Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Slamet Santoso mengatakan jumlah aplikasi sejenis dalam pelayanan pengaduan masyarakat saat ini sangat banyak. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat menjadi bingung.
“Masyarakat sebagai pengguna utama aplikasi pengaduan publik, masih sering merasa bingung karena masing-masing instansi pusat dan pemerintah daerah memiliki kanal pelaporan sendiri dan belum saling terhubung,” ujar Slamet, di sela-sela webinar “Tantangan Transformasi Digital Pemerintah: Nasib Aplikasi Sejenis Setelah Aplikasi umum ditetapkan” pada Kamis (18/11).
Menurutnya, banyaknya jumlah aplikasi dan tak adanya integrasi akan membawa dampak negatif, yaitu memungkinkan adanya kebocoran data, termasuk data pribadi.
Pada kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Madya Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Korupsi Fridolin Berek sependapat. Menurutnya, aplikasi-aplikasi sejenis tidak dapat dipertahankan keberadaannya.
“Semakin banyak penggunaan aplikasi umum oleh pemerintah, maka kinerja publik pada pemerintah akan menjadi lebih baik. Oleh karena itu, aplikasi-aplikasi sejenis sebaiknya tidak dipertahankan” ujar Fridolin.
Instansi pusat maupun pemerintah daerah juga diharapkan dapat turut berperan aktif dalam proses pengembangan aplikasi umum. Sederet hal yang bisa dilakukan adalah dengan cara mencegah munculnya aplikasi sejenis lainnya, mau bertanggung jawab atau memiliki sense of belonging dalam penggunaan aplikasi umum, dan mulai melakukan konsolidasi ataupun imigrasi data ke aplikasi umum.
Saat ini terdapat dua aplikasi umum yang sudah diresmikan, yaitu Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (SRIKANDI) dan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional – Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (SP4N -LAPOR!) yang bisa digunakan secara bersama. Penggunaan aplikasi umum tersebut akan berdampak terhadap tata kelola data dan pelayanan yang lebih terintegrasi.
Sementara itu, pemerintah tengah mengembangkan katalog Satu Data Indonesia.
“Katalog itu sangat penting sekali, karena di situ semua data yang ada terkumpul. Saat ini kami mengumpulkan daftar data dan metada data dari kementerian dan lembaga di daerah, yang kemudian kami kategorisasikan, dimonitor secara bersama,” ucap Staf Ahli Bidang Pemerataan dan kewilayahan, Koordinator Sekretariat Satu Data Indonesia Tingkat Pusat Kementerian PPN/Bappenas, Oktoriadi.
Ragam Manfaat Menggunakan Aplikasi Umum
Sementara itu Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan (LAIP), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Bambang Dwi Anggono menjelaskan untuk memudahkan warga mengakses aneka pelayanan publik, sejumlah lembaga dan instansi baik di pusat maupun di daerah, mengembangkan aplikasi. Aplikasi yang dibangun rata-rata belum sesuai standar atau memiliki standar sendiri-sendiri. Ketika hendak dikonsolidasikan dan dipindahkan ke dalam aplikasi layanan umum, kendala pun muncul.
“Ketika itu dikonsolidasikan, tidak mudah. Kenapa? Karena standar datanya sudah berbeda-beda lagi,” ujar Bambang dalam webinar bertema “Tantangan Transformasi Digital Pemerintah: Nasib Aplikasi Sejenis Setelah Aplikasi Umum Ditetapkan” di Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/11).
Data yang terpencar dengan standar yang tidak sama juga berpengaruh terhadap biaya dalam pengembangan. Semakin banyak aplikasi, kata dia, semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan dari kantong.
“Sekarang kalau aplikasinya masih sendiri-sendiri, mengumpulkan datanya bagaimana? Interoperabilitas yang bisa siapa? Perlu Berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk 27.400 aplikasi?” tanya dia bertubi-tubi.
Oleh sebab itu, kata Bambang, perlu ada intropeksi dari tiap-tiap lembaga dan instansi untuk menata data base bersama-sama. “Ini yang harus menjadi awal introspeksi kita bahwa kalau kita tidak mewujudkan NKRI melalui aplikasi NKRI, kita akan selalu berselisih data,” kata dia.
Untuk mengintegrasikan data, saat ini terdapat dua aplikasi umum yang sudah diresmikan, yaitu Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (SRIKANDI) dan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional – Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (SP4N-LAPOR!).
Dua aplikasi ini adalah turunan dari keberadaan Pasal 63 Peraturan Presiden No. 95/2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Disebutkan bahwa untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintah dan pelayan publik, harus dilakukan percepatan pembangunan dan pengembangan aplikasi umum dalam sektor perencanaan penganggaran, pengadaan barang dan jasa, akuntabilitas kinerja, pemantauan dan evaluasi kearsipan kepegawaian, dan pengaduan pelayan publik.
Ada beragam manfaat dan kemudahan yang bisa didapatkan melalui aplikasi umum oleh instansi pusat dan daerah. “Dengan aplikasi umum membantu instansi pusat dan pemerintah daerah memanfaatkan aplikasi bersama, tanpa harus memikirkan maintenance, infrastruktur, dan siklus update dalam sebuah development life cycle,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kominfo, Slamet Santoso.
Aplikasi umum, kata Slamet, juga dapat mencegah adanya kebocoran data, termasuk di dalamnya data-data pribadi, yang masih sering terjadi. Dengan aplikasi umum, ia memastikan pelayanan kepada masyarakat dan sistem birokrasi pemerintah akan dapat berjalan secara efisien, optimal serta transparan.
Pencegahan munculnya aplikasi-aplikasi sejenis dapat membantu mempercepat proses pengembangan SPBE. Untuk aplikasi sejenis yang sudah ada, instansi pusat dan pemerintah daerah dapat mulai melakukan pertukaran data, pengintegrasian, dan imigrasi data dari aplikasi sejenis ke aplikasi umum. Sebab itu, kata Bambang, perlu adanya skenario untuk bisa mengkonsolidasikan data dan aplikasi ke dalam aplikasi umum.
Guna mendukung terwujudnya SPBE melalui aplikasi umum, selain Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi ada juga keterlibatan Kominfo, Arsip Negara Republik Indonesia dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Dengan adanya dukungan dan kolaborasi disertai proses bisnis yang saling terintegrasi, dan perubahan pola pikir oleh antar lembaga dan pemerintahan, kata Bambang, diharapkan dapat membantu pelaksanaan keterpaduan dan pengembangan aplikasi SPBE.
“Pada akhirnya menghasilkan aplikasi-aplikasi umum dengan pelayanan yang dapat dirasakan secara nyata manfaatnya bagi pemerintah dan juga masyarakat,” kata Bambang. (Dit. LAIP)