Jakarta, Ditjen Aptika – Dalam menggunakan media sosial, seringkali kita mengunggah sesuatu tanpa kita pikirkan. Apa yang kita rasakan saat itu, langsung kita curahkan dalam bentuk tulisan tanpa memperhatikan dampaknya. Padahal, belum tentu yang kita unggah ke media sosial berdampak positif untuk pengguna lainnya.
“Beberapa waktu lalu, hasil survei Microsoft menobatkan Indonesia di urutan terendah ketiga tingkat kesopanannya dalam bermedia sosial. Karena itu saya menjadi prihatin dan memutuskan untuk berkecimpung di bidang literasi digital,” ujar Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan, Rendra Widyatama, dalam acara SiberkreasiTalk, Jumat (5/11/2021).
Dalam tulisannya di salah satu media daring, Rendra juga mengungkapkan tentang Hipnososial Media Sosial. Hipnososial sendiri diambil dari kata hipnosis dan sosial. Hipnosis merupakan praktik dalam psikologi yang sering digunakan untuk membantu seseorang mengatasi kondisi mental tertentu.
“Tiap orang bisa menjadi jurnalis yang mewartakan informasi dari lingkungan sendiri. Seseorang juga dapat dengan mudah menyebarluaskan opininya sendiri, di samping sekedar meneruskan informasi dari sumber lain. Akibatnya, jangan heran kalau di tengah masyarakat terjadi banjir informasi,” kata Rendra.
Hipnososial berdasarkan sifatnya terbagi menjadi positif dan negatif. Pesan menurut sifat tersebut dapat mensugesti kita untuk berpikir positif maupun negatif. Fenomena hipnososial terjadi di mana-mana dan berlangsung terus-menerus.
“Tanpa disadari, pesan menjadi peluru tajam yang dapat mematikan sasaran. Pesan mematikan dapat saja ditembakkan dari orang yang lemah gemulai sekalipun, bila ia senang memproduksi dan membagikan pesan-pesan pesimis, pesan fatalistik, maupun pesan negatif lainnya,” lanjut Rendra.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah mendorong berbagai macam kegiatan literasi, seperti seminar dan workshop bersama banyak lembaga masyarakat atau komunitas lainnya, agar masyarakat bisa mendapatkan literasi digital yang maksimal.
Lihat juga: Luncurkan 4 Modul Literasi, Menkominfo: Agar Masyarakat Miliki Kecakapan Digital
Sementara itu, dilansir dari Webinar Literasi Digital, Dirjen Aptika Semuel Abrijani Pangerapan menyatakan pandemi dan kemajuan teknologi telah mengubah kebiasaan maupun perilaku masyarakat.
“Saat ini, kita sedang ada di era disrupsi teknologi. Kita harus mempercepat agenda transformasi digital Indonesia untuk menghadapi hal tersebut,” kata Dirjen Semuel pada Sabtu (10/9/2021).
Sejak awal 2021, lanjut Semuel, pemerintah terus-menerus menyelenggarakan program percepatan transformasi digital. Seperti menyiapkan fasilitas insfrastruktur, dan juga program untuk melatih softskill masyarakat agar bisa menggunakan teknologi digital dengan baik.
“Salah satu contohnya Gerakan Literasi Digital Nasional (GLDN) yang digagas Kemkominfo untuk menghadirkan literasi digital bagi masyarakat Indonesia,” pungkas Semuel. (thp/magang)