Jakarta, Ditjen Aptika – Penggunaan influencer oleh pemerintah menjadi polemik di masyarakat. Menkominfo menjelaskan tidak ada yang salah dengan hal itu.
“Perlu dicermati yang dimaksud itu influcencer atau buzzer? Pemerintah memakai influencer bukan sesuatu yang salah karena mereka terpercaya dan teridentifikasi. Sedangkan jika buzzer berbeda, mereka tidak teridentifikasi dan menyampaikan informasi untuk suatu kepentingan,” terang Menteri Kominfo, Johnny G Plate, saat acara CNN Insight with Desi Anwar dengan tema Kebebasan di Ruang Digital, Sabtu (19/09/2020).
Efektif atau tidak, menurut Menteri Johnny, nanti akan dilakukan evaluasi. Jika influencer bisa menyampaikan narasi secara tepat dan menjangkau secara luas, maka akan diteruskan. Begitu juga sebaliknya.
Dirinya kemudian menjelaskan, latar belakang penggunaan influencer ini karena inti dari keberhasilan mengalahkan Covid-19 ialah partisipasi masyarakat melalui penerapan protokol kesehatan secara disiplin.
“Komunikasi harus bisa ditingkatkan agar dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Penggunaan influencer ini salah satu upayanya. Kalau ini dilakukan dengan baik maka kita bisa menang melawan Covid-19,” ucap Johnny.
Kebijakan terkait Covid-19 ini harus bisa dikomunikasikan pada masyarakat agar mereka mengetahui isinya dengan benar dan tidak salah menafsirkan. “Jangan sampai isinya benar, tetapi penyampaiannya tidak tepat sehingga menjadi salah penafsiran,” ucapnya.
Menurutnya juga, tidak ada pemerintah di negara manapun yang siap dengan pandemi Covid-19. Oleh karena itu Presiden Jokowi memberi arahan untuk memperbaiki komunikasi terkait pandemi ini.
“Saat ini prioritas utama pemerintah hanya satu, kalahkan Covid-19 sekaligus pulihkan ekonomi. Oleh karenanya kita butuh solidaritas penta helix, termasuk influencer untuk melawan Covid-19,” tegasnya.
Lihat juga: Tangkal Hoaks, Kominfo Proaktif Sebarkan Informasi Penyeimbang
Menkominfo juga menghimbau masyarakat agar cermat dan bijak dalam menerima derasnya arus informasi yang beredar mengenai Covid-19. Dengan kebebasan pers, media mempunyai keleluasaan untuk akses berkomunikasi dengan para penyelenggara negara.
“Misalnya saja ketika ada topik yang sama ditanya kepada menteri yang berbeda, kemudian menghasilkan jawaban yang tidak sama. Hal itu karena masing-masing menteri menjawab sesuai tugas dan fungsinya, jadi harus di-elaborasi agar tidak dilihatnya hanya sebagai perbedaan,” tuturnya.
Namun Menkominfo juga menyadari harus berhati-hati dalam menggunakan influencer dalam menyampaikan kebijakan yang dimaksudkan sehingga tidak menjadi bumerang.
“Kami menerima setiap kritik, saran, dan masukannya, agar kewenangan eksekutif yang dimiliki tidak digunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat,” tutupnya. (lry)