Jakarta, Ditjen Aptika – Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyatakan pengaturan dalam Perubahan Kedua UU ITE sudah selaras dengan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Ada beberapa pasal dalam UU ITE itu akan berlaku bersamaan dengan UU KUHP yang baru berlaku 1 Januari 2026. Namun ada pula beberapa Pasal UU ITE yang akan dicabut saat UU KUHP diterapkan,” ungkap Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, saat Diskusi dengan Pekerja Media mengenai Hasil Rapat Paripurna DPR RI di Press Room Kementerian Kominfo,Jakarta Pusat, Selasa (05/12/2023).
Dirjen Semuel menyatakan beberapa norma dalam revisi UU ITE itu merupakan adopsi dari UU KUHP sekaligus memberikan penjabaran detail dari UU ITE sebelumnya. Dirjen Aptika Kementerian Kominfo memberikan contoh Pasal 27A sebagai salah satu norma perubahan.
Pasal itu menyebutkan “Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik”.
“Contohnya Pasal 27, ada yang bertanya juga loh sekarang pasal di undang-undang itu dicabut, 27a kenapa diciptakan. Nah itu pemisahan saja, 27a juga dicabut nantinya dalam UU KUHP-nya berlaku ya,” jelasnya.
Selanjutnya, Dirjen Semuel menyebut adanya perubahan pada norma “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan..” Menurutnya pemilihan kalimat itu merupakan penambahan dari UU ITE yang lama.
“Di UU ITE yang baru, ada kata-kata menyiarkan dan mempertunjukkan. Itu diambil, diadopsi dari definisi di KUHP. Sedangkan dalam UU ITE yang lama, penjelasan tidak komprehensif. Ini kita menjelaskan apa yang dimaksud menyiarkan, mendistribusikan, semua itu dijelaskan supaya tidak ada multitafsir,”tuturnya.
Sementara itu, dalam Pasal 27 ayat 2 tidak ada perubahan, namun ditambahkan penjelasan dan merupakan adopsi dari UU KUHP yang baru kemudian dimasukkan dalam penjelasan lanjutan.
“Pasal 27 ayat 2 terkait dengan sengaja tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan atau dapat diaksesnya informasi yang memiliki muatan perjudian,” jelas Dirjen Aptika Kementerian Kominfo.
Menurut Dirjen Semuel, pengaturan itu mengacu pada ketentuan perjudian dalam UU KUHP. “(Kalimat)…dalam hal menawarkan, memberikan kesempatan untuk bermain judi, menjadikan sebagai mata pencaharian, menawarkan atau memberikan kesempatan kepada umum untuk bermain judi dan turut serta dalam berusaha untuk itu. Jadi,ini diambil juga dari KUHP,” tuturnya.
Dirjen Aptika Kementerian Kominfo juga menjelaskan adanya perubahan dalam Pasal 3 UU ITE lama yang berubah menjadi Pasal 27 a dalam Perubahan Kedua UU ITE. Menurut Dirjen Semuel perubahan dilakukan sebagai upaya pengelompokan sesuai dengan pengaturan dalam UU KUHP.
“Pasal 3 UU ITE diubah menjadi Pasal 27 a (UU ITE baru) bahwa setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan dan nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal untuk diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik. Ini normanya berbeda, makanya kita pisahkan. Ayat 1 soal kesusilaan, ayat 2 tentang judi, kemudian pencemaran nama baik cluster-nya beda juga di KIUHP. Jadi, kita harus membuat pasal baru,” jelasnya.
Lihat juga: Perubahan Kedua atas UU ITE Wujudkan Kepastian Hukum Ruang Digital
Perubahan Kedua UU ITE Tingkatkan Perlindungan Anak di Ruang Digital
Pada kesempatan tersebut, Dirjen Semuel juga menyatakan Perubahan Kedua (UU ITE) akan meningkatkan perlidungan anak-anak yang mengakses layanan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
“Revisi kedua UU ITE akan menjadi momentum bagus untuk memasukkan perlindungan hak anak dalam mengakses layanan internet dan dunia digital. Harus ada upaya preventif agar konten-konten di dunia maya tidak merugikan anak-anak,” jelasnya dalam Diskusi dengan Pekerja Media mengenai Hasil Rapat Paripurna DPR RI di Press Room Kementerian Kominfo,Jakarta Pusat, Selasa (05/12/2023).
Menurut Dirjen Semuel, perlindungan anak terhadap dunia digital sudah diterapkan di Amerika dan Eropa. Lewat Perubahan Kedua UU ITE, penyedia platform di dunia digital diwajibkan proaktif untuk mencegah anak-anak bisa mengakses konten yang tidak sesuai umur mereka.
“Jadi mau tidak mau penyedia platform harus menyiapkan mekanisme untuk perlindungan anak. Penyedia platform harus bisa mendeteksi adanya penyalahgunaan,” tandasnya.
Dirjen Aptika Kementerian Kominfo menyatakan PSE harus prokatif mengawasi pengguna layanan. Hal ini dijamin dengan pengaturan kewajiban PSE untuk memberi perlindungan bagi anak yang menggunakan maupun mengakses akses elektronik.
“Hak anak juga harus dilindungi jangan sampai terekspos melebihi usianya. Mereka harus mendeteksi apakah banyak anak-anak yang menggunakan platform buatan mereka. Jadi, ketika memang bisa diakses oleh anak mereka harus dan berkewajiban menghapus segala konten dewasa di platform mereka,” jelasnya
Menurut Dirjen Semuel, masalah perlindungan anak tidak hanya diatur dalam Pasal 16a Perubahan Kedua UU ITE. Bahkan, Pemerintah akan membuat peraturan turunan berupa Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih detail mengenai perlindungan anak di ruang digital.
“Pemerintah bertanggung jawab dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman dan inovatif. Dari revisi UU ITE akan menghadirkan tiga PP. Pertama, merevisi PP yang sudah ada yaitu PP 71 tahun 2019. Lalu di dalam revisi UU ini nanti ada PP khusus untuk pasal 40a yang mengatur adanya keseimbangan, dan pasal baru tentang perlindungan anak juga akan ada PP baru,” tuturnya.
Dirjen Aptika Kementerian Kominfo menegaskan anak-anak tidak boleh menjadi alat untuk mencapai keuntungan tertentu melalui konten elektronik, dan anak-anak pun tidak boleh menjadi target marketing bagi siapapun.
“Dengan adanya perlindungan ini, Pemerintah akan mengoptimalkan tindakan lebih lanjut pada konten-konten yang melanggar ketentuan. Nantinya, Kominfo akan menemukan konten pelanggaran dari hasil patroli maupun aduan,” tandasnya. (frs)