Yogyakarta, Ditjen Aptika – Kementerian Kominfo menggelar acara Siberkreasi Netizen Fair 2022 untuk mengajak Gen-Z lebih cakap di ruang digital. Berbagai seminar dan pelatihan mendorong Gen-Z untuk kreatif membuat konten promosi, public speaking, produksi podcast, maupun pencegahan hoaks.
“Gen-Z banyak berkontribusi di dunia digital untuk mengembangkan berbagai kreativitas hingga bersahabat dengan media sosial,” kata Dewan Pengarah Siberkreasi, Marcella Zalianty saat mengisi acara Obral Obrol Literasi Digital (OOTD): Problema Gen-Z di Era Digital pada kegiatan Siberkreasi Netizen Fair 2022 di Yogyakarta, Sabtu (10/12/2022).
Menurut Marcella, sudah waktunya literasi digital menjadi kurikulum digital di Indonesia karena pola pikir Gen-Z sekarang makin antik. Gen-Z terbiasa mencari berbagai informasi melalui media sosial.
“Artinya media sosial tidak ada batasan usia dan kalangan, sehingga semua bisa berkontribusi positif terhadap perkembangan digital. Namun tidak bisa dipungkiri, luasnya dunia digital juga banyak kontribusi negatif. Itu menjadi tugas kita dalam memberikan dukungan positif terhadap lingkungan sekitar,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu Dewan Pengarah Siberkreasi, Ndoro Kakung mengatakan dunia digital memberikan daya tarik bagi Gen-Z, sehingga terdorong membuat konten setiap hari. Hal itu bisa membuat mereka kehilangan fokus karena terdistraksi dan terabaikan oleh lingkungan.
Namun menurut Ndoro Kakung, sisi negatif itu bisa dikendalikan jika orang tua mampu membimbing dan menjadi teman yang baik bagi anaknya. “Jangan sampai kebisaan orang tua mendongeng tradisional tergantikan oleh media sosial, agar hubungan baik tetap terjaga,” ujarnya.
Diungkapnya pula oleh Ndoro Kakung, Gen-Z lebih menyukai video dari pada teks. Mengutip hasil survei Meta, sebanyak 65% Gen-Z di seluruh dunia menggunakan TikTok sebagai search engine, mengalahkan Google.
“Gen-Z berharap mendapatkan informasi lengkap lewat video pendek. Hidup bukanlah sebuah pertandingan atau kompetisi. Namun bagaimana cara kita untuk mengambil dan mengembangkan konten yang positif,” terangnya.
Lihat juga : Siberkreasi Netizen Fair 2021
Sementara itu Content Writer Riliv, Neraca Cinta Dzilhaq mengutip pernyataan Prof. Rhenald Kasali, bahwa generasi sekarang merupakan generasi strawberry, yaitu generasi yang memiliki banyak ide cemerlang serta kreativitas tinggi.
Mereka mulai membangun personality yang baru di media sosial, seperti membuat akun dengan nama berbeda. Dengan cara itu, mereka merasa aman mencurahkan sisi lain self identity.
Namun di sisi lain, media sosial juga bisa membawa masalah bagi generasi sekarang, diantaranya FOMO (Fear of Missing Out), kesepian, kecemasan, kecemburuan, serta keinginan untuk diakui.
“Masalah besar FOMO adalah life pressure. Dampak psikologisnya seseorang akan menjadi cemas, seperti cemas jika tidak dekat dengan orang-orang sekitar, dan cemas tidak update seperti lainnya. Sehingga mereka mulai mengembangkan kompetisi antar medsos untuk membuat self identity meningkat,” ungkapnya.
Riliv juga mengatakan hidup bukan soal pertandingan dan kompetisi, tapi cara berkarya lebih baik dan positif untuk membangun ruang digital yang lebih baik. Media sosial membuka berbagai peluang untuk berkarya, selain juga informasi-informasi yang menjebak.
“Terkadang informasi dari media sosial tidak akurat. Kita terjebak hanya melihat sisi luarnya saja dan tidak mengetahui realita kehidupan sebenarnya seperti apa,” jelas Neraca.
Siberkreasi Netizen Fair 2022 merupakan puncak dari rangkaian kegiatan literasi digital selama tahun 2022. Acara tersebut dihadiri sekitar 100 orang secara luring dan 1400 orang secara daring melalui saluran YouTube. (nf)