Jakarta, Ditjen Aptika – Kesenjangan digital berbasis gender menjadi tantangan bersama semua pihak, terlebih dialami perempuan perdesaan dan kelompok lanjut usia. Ketimpangan pendidikan dinilai sebagai penyebab rendahnya pemahaman akan keamanan digital sehingga perempuan kerap menjadi korban di ruang digital.
Infrastruktur digital, digital skill dan keamanan di ruang digital menjadi tiga isu yang membuat perempuan mengalami kesenjangan secara digital dalam diskusi mengenai literasi digital bertajuk “Peran Perempuan dalam Transformasi Digital Indonesia” yang disiarkan TVRI, Rabu (2/11/2022) malam.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan tampil sebagai narasumber. Selain itu, turut hadir Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid; Direktur Eksekutif TIFA Foundation Shita Laksmi, dan Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintahan GoTo, Shinto Nugroho.
Dirjen Semuel mengungkapkan bahwa saat ini baru 210 juta masyarakat dari 285 juta rakyat Indonesia yang terlayani akses internet, sementara sebanyak 33 persen belum terlayani akses internet. Belum lagi kesenjangan untuk mendapatkan akses internet antara masyarakat urban dan rural. Pasalnya, ketika ingin membangun sebuah bisnis perusahaan akan melihat kesiapan pasar.
“Pemerintah tidak melihat itu, ini adalah pelayanan. Pemerintah belum pernah menggunakan APBN untuk membangun BTS sampai ke desa-desa seperti yang dilakukan Presiden Jokowi. Total jumlahnya ada 12.500 BTS di desa-desa,” ujar Dirjen Aptika.
Sementara itu, untuk daerah pedalaman yang tidak dapat dijangkau dengan jaringan terestrial, Dirjen Semual mengatakan Kominfo memiliki beberapa program percepatan transformasi digital untuk menuntaskan pembangunan infrastruktur sampai ke desa.
“Dengan teknologi satelit, konektivitas Palapa Ring dapat menjangkau daerah-daerah yang sebelumnya tidak terjangkau,” kata Semuel. Seperti diketahui, Kemkominfo memiliki program Satelit Republik Indonesia atau disingkat Satria yang diklaim bisa menjangkau setiap titik hingga ke seluruh pelosok Indonesia.
Pemberdayaan Perempuan Ekonomi Digital
Dirjen Semuel menambahkan selama pandemi sektor ekonomi digital meningkat tajam menurut penelitian Google dan Temasek. Tercatat ada 21 juta aktivitas baru di ruang digital, dimana orang Indonesia beraktivitas di ruang digital rata-rata hampir 8 jam melebihi rata-rata dunia yang hanya 6 jam.
Seiring meningkatnya aktivitas di ruang digital, sektor ekonomi digital ikut mengalami pertumbuhan. Indonesia memiliki potensi ekonomi sebesar USD70 miliar, tertinggi di Asia Tenggara pada 2021. Untuk itu, perempuan harus mendapatkan manfaat dari ruang digital yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang begitu besar.
“Kominfo mendorong pemberdayaan perempuan untuk memanfaatkan ruang digital. Setelah membuka wawasan dilanjutkan dengan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas agar dapat berpartisipasi aktif. Kominfo memberikan pelatihan seperti pasar digital. Sambil menunggu pembeli, penjual dapat berjualan secara online,” imbuhnya.
Di samping itu, Kominfo memiliki beberapa program peningkatan kapasitas SDM digital, di antaranya UMKM Go Online. Program ini memfasilitasi para pelaku UMKM untuk mengadopsi teknologi digital dalam rangka memperluas akses pemasaran, meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses bisnis, serta meningkatkan transaksi penjualan dan meningkatkan daya saing.
“Peluang di ekonomi digital sangat besar tapi kita perlu mempersiapkan talenta-talenta digital untuk menjadi bagian pertumbuhan ekonomi digital yang sudah kita bangun,” tutur Dirjen Aptika.
Lihat juga: Menteri PPPA: Perlu Literasi Digital untuk Cegah Kekerasan Gender Secara Daring
Terkait dengan keamanan di ruang digital, dijelaskan seiring meningkatnya aktivitas di ruang digital pertukaran data pribadi juga meningkat sehingga memunculkan kejahatan pencurian data pribadi.
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP) membuat masyarakat kini lebih terlindungi. Di dalam UU PDP diatur mengenai empat unsur kejahatan di ruang digital dengan sanksi pidana bervariasi, yakni untuk pidana penjara maksimal antara 4-5 tahun dan untuk denda maksimal antara Rp4-6 miliar.
Adapun keempat jenis kejahatan di ruang digital yang dapat dijerat dengan UU PDP sebagai berikut: pertama, mengungkapkan data pribadi yang bukan milik sendiri atau doxing; kedua, menggunakan data pribadi milik orang lain; ketiga, membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi; dan keempat, mengumpulkan data pribadi secara tidak sah.
“UU PDP lahir di waktu yang tepat. Akhirnya kita memiliki UU pelindungan data pribadi yang komprehensif dan menjadi referensi untuk semua sektor,” jelas Dirjen Semuel.
Ditambahkan, pemerintah melalui Kemkominfo memiliki gerakan literasi digital yang meliputi empat pilar, yakni digital skill, digital culture, digital ethic, dan digital safety. Empat pilar literasi digital ini diharapkan menciptakan rasa aman, nyaman, dan produktif bagi setiap orang yang beraktivitas di ruang digital.
Perempuan Lebih Terlindungi dengan UU PDP
Berdasarkan indeks ketidaksetaraan gender Indonesia menduduki posisi tertinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Untuk itu, Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid menambahkan hal yang paling dibutuhkan perempuan untuk berperan dalam transformasi digital adalah koneksi internet.
Sebab, perempuan selama ini handicap-nya adalah akses terhadap informasi dan pendidikan, sementara koneksi internet dapat membuka peluang itu. “Kita masih punya PR belum semua masyarakat memiliki akses internet,” kata Meutya yang hadir secara virtual.
Menurut politikus Partai Golkar itu internet dan media sosial merupakan ruang untuk berekspresi, tapi ketika menginginkan kebebasan maka harus menghormati kebebasan orang lain. “Maka itu literasi digital menjadi sangat penting. Kita terus mendorong pemerintah melakukan literasi digital bersama-sama DPR dan seluruh stakeholder,” jelasnya.
Disebutkan bahwa DPR mendukung pelindungan perempuan dalam ruang digital melalui fungsi legislasi dengan membuat UU seperti UU PDP yang baru ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 17 Oktober 2022. Meskipun UU berlaku untuk semua gender, tidak hanya perempuan, tapi dengan ditemukan fakta bahwa jumlah pengguna internet lebih banyak perempuan (56,6 persen) daripada laki-laki (43,4 persen).
Hal itu sesuai hasil survei literasi digital Indonesia kerja sama Katadata Insight Center (KIC) dan Kominfo pada tahun 2021, sehingga dapat dikatakan perempuan lebih rentan di dunia maya.
“UU PDP bukan untuk mengekang tapi untuk melindungi hak-hak pengguna internet. Karena pengguna internet lebih banyak perempuan, lalu pelaku UMKM digital lebih banyak perempuan, kemudian korban pinjol juga lebih banyak perempuan. Kejahatan seksual dan pornografi lebih banyak dampaknya kepada perempuan maka dapat disimpulkan UU PDP dapat melindungi perempuan lebih ekstra,” tukas mantan jurnalis TV tersebut.
Saat ini DPR mendorong pemerintah untuk segera membuat turunan aturan pemerintah dari UU PDP agar bisa langsung dilaksanakan. Menurutnya, peraturan turunan UU PDP juga dapat melindungi perempuan dari pencurian data dan kejahatan lain di ruang digital.
Lihat juga: KemenPPPA: Perempuan Lebih Mudah Terpapar Hoaks saat Pandemi
Sementara itu Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintahan GoTo, Shinto Nugroho menegaskan dari sisi teknologi juga harus melindungi perempuan. Fitur-fitur yang ada dibuat lebih ramah terhadap perempuan dan mudah digunakan, semisal fitur panic button dan fitur share your trip di aplikasi Gojek dan Gocar.
Menyangkut peran Gojek mendorong pemberdayaan perempuan dalam ekonomi digital, Shinto mengatakan bahwa 42 persen pelaku UMKM di layanan GoFood dalam ekosistem Gojek adalah perempuan.
Sedangkan Direktur Eksekutif TIFA Foundation, Shita Laksmi mengatakan terkait dengan infrastruktur, saat ini akses internet memang sudah ada. Namun menurutnya perlu lebih dari sekadar akses agar perempuan dan laki-laki setara secara digital, yaitu melalui literasi digital. (lg)