Tangerang Selatan, Ditjen Aptika – Dalam upaya meningkatkan kecakapan digital bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN), Kementerian Kominfo menggelar Training of Trainer (ToT) Literasi Digital Sektor Pemerintahan. Pelatihan literasi digital kali ini diberikan kepada Widyaiswara Direktorat Tenaga Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Kegiatan ditujukan untuk menambah kecakapan dan kesadaran akan literasi digital bagi para ASN untuk menunjang profesinya selaku abdi negara. Terlebih lagi, pekerjaan ASN kini telah berkonvergensi dengan adanya digitalisasi. Sebagai bentuk adaptasi digital, hampir semua mekanisme pekerjaan atau kebijakan di dalam kelembagaan atau kementerian sudah beralih menggunakan platform digital.
“Ditjen Aptika memiliki tugas tanggung jawab terkait literasi digital. Memang literasi digital ini baru mulai digas pol pada tahun 2020, sebenarnya program ini pada 2019 sudah berjalan, tapi belum signifikan,” kata Direktur Pemberdayaan Informatika Kemkominfo, Bonifasius Wahyu Pudjianto ketika membuka ToT Literasi Digital Sektor Pemerintahan kepada ASN Kemenkes di Tangerang Selatan, Senin (7/11/2022).
Disampaikan Bonifasius, Kemkominfo ditugaskan melakukan literasi digital kepada 50 juta rakyat Indonesia hingga tahun 2024. Capaian tahun lalu program ini sudah diikuti hampir 13 juta peserta, tahun ini sekitar 5,5 juta, dan tahun depan kemungkinan masih 5,5 juta dari target yang dicanangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sektor komunikasi dan informatika.
Lebih lanjut, Direktur Bonifasius mengatakan, sangat penting melakukan kolaborasi dengan berbagai kementerian atau lembaga (K/L), agar para ASN maupun non ASN menguasai digitalisasi. Peran Kemenkes juga strategis ketika bersama instansi terkait turut sebagai garda terdepan pengendalian Covid-19 dengan memanfaatkan platform digital.
“Pemicunya memang pandemi yang lalu, dimana bapak atau ibu dari Kementrian Kesehatan melakukan upaya yang luar biasa, dalam mengendalikan dan mengatasi pandemi. Namun di dalam pandemi tersebut ada lompatan teknologi yang sangat menolong masyarakat. Mulai dari layanan PeduliLindungi, yang menjadi indikator seberapa jauh masyarakat sudah tervaksinasi,” terangnya.
Menurut Bonifasius yang akrab disapa Boni, melalui aplikasi PeduliLindungi harus bisa menjadi lompatan ke depan untuk Indonesia sehat, sebagai portal atau super apps kesehatan Indonesia.
Lihat juga: Prioritas Tinggi Data Kesehatan untuk Ekosistem Digital yang Sehat
Untuk itu, pihak Kemkominfo telah mendukung serta menyiapkan infrastruktur digital salah satunya melalui Pusat Data Nasional. Dengan demikian, data-data kesehatan di Kemenkes yang sifatnya sangat penting untuk kebijakan pembangunan sumber daya manusia Indonesia bisa terkumpul dan terlindungi dengan baik.
“Inilah pentingnya literasi digital, karena Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) sudah resmi dan secara hukum sudah berlaku pada bulan lalu. Oleh karena itu, hal-hal terkait pelindungan data pribadi akan disinggung terkait digital safety dan skill dalam memperlakukan data pribadi para pasien dan data-data kesehatan dalam aspek-aspek legal formalnya,” paparnya.
Kepada ASN Kemenkes, Direktur Boni juga menegaskan agar bersikap netral dan menjaga keutuhan NKRI, terkait dengan agenda tahun politik ke depan.
“Jagalah agar dunia digital berisi konten-konten yang positif, jauhi munculnya berbagai macam dispute, maupun segala macam pro-kontra politik yang bisa memecah persatuan dan kesatuan,” tegasnya.
Keamanan Digital
Sementara itu, Hari Singgih Noegroho selaku narasumber dan penyusun materi, yang juga mantan Deputi Proses Bisnis INSW (Indonesia National Single Window), menyinggung dan memaparkan terkait dengan keamanan digital di sektor pemerintahan.
“Dengan digitalisasi, nantinya tidak akan ada tanda tangan manual atau konvensional, nantinya akan dalam bentuk digital dan elektronik semua,” jelas Singgih.
Ia menjelaskan, sekarang saja Kominfo tidak lagi menggunakan tanda tangan manual, jadi semua dalam bentuk elektronik. Dengan tanda tangan elektronik (TTE), penandatanganan dokumen tidak bisa sembarangan dilakukan setiap orang. Sebab, TTE memakai password untuk menjamin keaslian surat maupun tanda tangan tersebut.
“Hal ini agar terjaga keaslian dan orisinalitasnya, karena melekat pada suatu proses pada dokumen asli. Itupun soal (TTE) masih banyak orang yang tidak paham akan hal tersebut,” katanya.
Menurut Singgih, ada tanggung jawab pribadi dalam penggunaan data pribadi maupun publik. Menyangkut data-data dan pemanfaatannya ada etika profesi bagi dokter atau para tenaga kesehatau untuk menjaga kerahasiaan rekam medis pasien agar tidak bocor keluar.
“Dengan literasi ini, kita mengedukasi mereka, bahwa semua langkah dan perbuatan terkait digitalisasi dan penyalahgunaan UU PDP ada konsekuensinya terhadap hukum,” bebernya.
Lihat juga: Kominfo dan Kadin Sosialisasi UU PDP ke Pelaku Usaha
Singgih melanjutkan, bahwa ada beberapa data yang memang sifatnya sangat spesifik, dimana di UU PDP kini sudah ditegaskan aturan hukumnya. Sebelum UU PDP disahkan, aturan hukum soal pelindungan data pribadi dan publik diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Orang kalau tidak paham bisa seenaknya, kalau ada data pribadi bisa dibagikan begitu saja. Padahal membagikan data pribadi tanpa sepengetahuan pemiliknya, adalah tindakan dan perbuatan melanggar hukum serta ada ancaman hukumnya,” tukasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Literasi Digital Sektor Pemerintahan, Niki Maradona, menyampaikan pada sektor pemerintahan, kegiatan literasi digital menyasar pada ASN, TNI dan Polri juga PPPK, serta organisasi profesi yang mewakili kementerian atau lembaga. (wd)