Jakarta, Ditjen Aptika – Dalam ruang digital yang tidak mengenal trust, sumber yang terverifikasi menjadi sangat penting. Negara melalui UU ITE sudah memfasilitasi peningkatan trust atau kepercayaan dalam melakukan transaksi digital.
“Jika di dunia fisik tanda tangan basah dapat dibuktikan keasliannya dan dijadikan bukti di pengadilan, maka di ruang digital sebuah dokumen elektronik harus bisa membuktikan keberadaannya tidak bisa disangkal dan bisa diterima oleh pengadilan,” kata Dirjen Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan dalam OJK Virtual Innovation Day 2022 bertema “Building Trust in Digital Financial Ecosystem” di Jakarta, Senin (10/10/2022).
Dirjen Aptika pun menjelaskan, dalam Pasal 1 UU ITE meskipun tanda tangan elektronik (TTE) hanya merupakan suatu kode, tapi TTE memiliki kedudukan sama dengan tanda tangan manual dan memiliki kekuatan hukum serta akibat hukum.
Diterangkan lebih lanjut, terdapat enam persyaratan berkaitan dengan identitas, integritas, dan nirsangkal yang harus dipenuhi agar TTE dapat diterima yakni:
- Data pembuatan TTE terkait hanya kepada penanda tangan;
- Data pembuatan TTE pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penanda tangan;
- Segala perubahan terhadap TTE yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
- Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan TTE tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
- Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya; dan
- Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait.
Lihat juga: Tanda Tangan Elektronik Jadi Solusi Legalitas di Era Digital
“Selain memudahkan pihak-pihak yang melakukan perjanjian, TTE juga memiliki manfaat lain sebagai perlindungan konsumen, perlindungan industri, dan kemudahan pengawasan,” jelas Semuel yang bicara dalam sesi Regulatory Talk “In Digital Finance We Trust: The Future for Responsible Digitized Finance Industry”.
Pelindungan konsumen salah satunya disebutkan dapat menghindari pencurian identitas untuk mengajukan pinjaman. Bagi industri pun, biaya TTE jauh lebih rendah dibandingkan biaya cetak dokumen, kurir, dan arsip.
Momen tahunan OJK Virtual Innovation Day 2022 itu juga dimanfaatkan Otoritas Jasa Keungan (OJK) untuk meluncurkan inisiatif layanan chatbot dan modul literasi keuangan digital terkait kanal pengaduan konsumen, serta program peningkatan kapasitas SDM dalam bidang supervisory technology (suptech) dan regulatory technology (regtech).
Pengembangan inisiatif itu dilakukan bersama lembaga seperti Asian Development Bank, Bill Melinda Gates Foundation, Cambridge Center for Alternative Finance, dan World Bank. Inisiatif- Inisiatif tersebut bertujuan untuk membangun ekosistem keuangan digital yang kuat, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.
Di akhir presentasi, Dirjen Aptika juga mengucapkan selamat atas peluncuran Chatbot Customer Support Channel, program literasi digital finansial, dan program peningkatan kapasitas regtech dan suptech.
Sementara itu Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar dalam keynote speech pembukaan acara mengatakan OJK menyadari perlu dibangun digital trust system untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri keuangan digital, seiring bertumbuhnya literasi digital dan tingkat penggunaan produk serta layanan keuangan digital.
“Kebutuhan untuk membangun digital trust menjadi sangat fundamental mengingat meningkatnya berbagai risiko seiring dengan semakin terdigitalisasinya seluruh aktivitas masyarakat,” ujar Mahendra.
Lihat juga: Kominfo Terima 5.461 Aduan Penanganan Fintech, Direktur Nyoman: Perlu Regulasi dan Penegakan Hukum
Pengembangan digital trust dinilai penting untuk memitigasi risiko, meningkatkan keyakinan konsumen, serta memanfaatkan layanan dan produk keuangan digital yang menyakinkan konsumen bahwa aset, data, dan privasinya terjaga dengan aman.
Penyelenggaraan OJK Virtual Innovation Day 2022 merupakan kolaborasi antara OJK dan Asosiasi Fintech yang dilakukan secara hibrida dengan beberapa sesi pembahasan bersama regulator dan pelaku fintech. Kegiatan itu menjadi pre-event Indonesia Fintech Summit (IFS) di tahun 2022. (lg)