Jakarta, Ditjen Aptika – Sentralisasi pusat data atau data center memberi manfaat besar pada integritas data, yang diharapkan tidak lagi terjadi duplikasi data. Terkait itu, Kementerian Kominfo tengah mengembangkan Pusat Data Nasional (PDN) dalam rangka mewujudkan Satu Data Indonesia yang didukung keamanan informasi memadai.
Menurut Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan (LAIP) Kementerian Kominfo, Bambang Dwi Anggono, mempunyai pusat data tidak hanya bicara kapasitas tapi juga harus didukung tata kelola data. Ia menilai masih banyak instansi pemerintah yang belum memenuhi syarat sebagai pengelola data profesional.
“Untuk itu, dibutuhkan adanya pembangunan yang terpadu antar instansi baik di daerah maupun pusat, dalam mewujudkan kedaulatan NKRI di ranah data center. Kemampuan mengelola data maupun keamanan informasi juga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan,” kata Bambang dalam diskusi Podcast Inixindo di Yogyakarta, pada Juli 2022 lalu.
Direktur LAIP yang akrab dipanggil Ibenk itu juga menjelaskan, mengelola pusat data bukan sekedar belanja server lalu aktif bisa connect ke internet. Namun lembaga tersebut harus memiliki kemampuan untuk mengelola pusat data.
“Sebagian besar instansi pemerintah tidak memenuhi persyaratan sebagai pengelola data center atau ruang server profesional. Padahal, data pemerintah itu adalah data rakyat yang dipercaya dikelola oleh pemerintah,” ungkapnya.
Direktur Ibenk juga menyampaikan saat ini dibutuhkan integrasi dari 630 instansi baik di pusat dan daerah. Tercatat ada 2.700 data center atau ruang server di instansi pemerintah, beserta 27.400 aplikasi maupun database.
“Bisa dibayangkan ada 27.400 aplikasi berikut database yang tersebar pada 2.700 pusat data. Bagaimana kita bisa mendapatkan informasi yang benar kalau harus menggali data terlebih dulu. Pekerjaannya tidak semudah hanya menarik data, selain itu regulasinya juga cukup sulit,” terangnya.
Lihat juga: Dirjen Aptika: SPBE Satukan 2700 Pusat Data Instansi Pemerintah
Lebih lanjut, Ibenk mengatakan Kemkominfo sudah memiliki protype untuk mengumpulkan data dari berbagai lembaga atau kementerian yang saat ini sudah berjalan. Pada fungsinya, master data tersebut dapat menjadi sumber data untuk bahan analisis.
“Kita sudah mulai mengumpulkan ini bersama-sama kementerian dan lembaga, ada kurang lebih 40 aplikasi yang saat ini kita petakan karena data-datanya saling beririsan,” ujarnya.
Menurut Ibenk lagi, pembangunan PDN juga wujud membangun kesetaraan dalam pemerataan fasilitas digital di setiap daerah. Hal itu karena masih banyak daerah di Indonesia yang belum mempunyai APBD ataupun sumber daya untuk mengelola pusat data sendiri.
“Masih banyak daerah-daerah yang tak bersuara, dan tidak punya kemampuan untuk mempunya data center. Sekelas ibu kota provinsi pun punya infrastruktur tapi tidak punya sumber daya manusia, lebih banyak yang tidak bisa bikin aplikasi. Maka kami sediakan pusat data,” kata Ibenk.
PDN Berdampak pada Efisiensi Anggaran
Pembangunan PDN menjadi bagian dari penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang nantinya pemerintah pusat menyediakan aplikasi umum berteknologi cloud untuk dimanfaatkan oleh pemerintah daerah.
Menurut Ibenk, penerapan tersebut akan berdampak pada nilai efisiensi anggaran hingga skala nilai triliunan, dengan menggunakan aplikasi nasional (super app) pada setiap sektor pemerintahan. Hal itu membutuhkan adanya komitmen yang kuat dari pusat dan daerah, termasuk memastikan data bisa terintegrasi antar lembaga dan antar sektor.
“Jadi bila Bu Sri Mulyani mencari anggaran yang lebih efisien, kita harus berani tegas dalam memerintahkan, misalnya pada sektor pendidikan (sekolah) untuk menggunakan aplikasi milik nasional. Kalau mau lebih efisien lagi, seluruh kepegawaian pakai aplikasi nasional. Kalau ada 100 aplikasi, bila masing-masing aplikasi biayanya 1 miliar, dari 630 instansi, maka efisiensi kita sudah berapa puluh triliun,” tutup Direktur Ibenk.
Lihat juga: Aptika Siapkan Tiga Infrastruktur SPBE untuk Fasilitasi Aplikasi Umum
Pada kesempatan lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan integrasi menjadi satu database akan menghemat anggaran. Ia menyebut ada sekitar 24.000 aplikasi di berbagai kementerian dan lembaga pemerintah daerah.
“Bayangkan kita punya 24.000 aplikasi dan setiap kementerian/lembaga itu punya 2.700 database sendiri-sendiri,” katanya seperti dikutip dari acara Festival Ekonomi Keuangan Digital di Bali pada Juli lalu.
Menurut Sri Mulyani, tak semua instansi harus membuat aplikasi, yang terpenting adalah terkoordinasi. Selain itu, integrasi database akan menghemat biaya operasi pemerintah secara lebih efektif dan efisien, serta mengurangi tingkat serangan siber. (ea)