Jakarta, Ditjen Aptika – Penetrasi internet di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sampai awal 2022, pengguna internet di tanah air sudah mencapai setidaknya 210 juta jiwa. Angka tersebut merujuk pada laporan bertajuk “Profil Internet Indonesia 2022” yang dirilis oleh Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) baru-baru ini.
Berdasarkan laporan APJII, total jumlah penduduk Indonesia saat ini diestimasikan mencapai 272,68 juta jiwa pada tahun 2021. Ini artinya, angka penetrasi internet di Indonesia pada periode 2021 hingga kuartal I-2022 ini mencapai 77,02 persen. Padahal pada 2018, jumlah pengguna internet di Indonesia adalah 171,17 juta, dengan penetrasi hanya sebesar 64,8 persen.
Dari pengguna internet tersebut, menurut APJII, konten yang paling banyak masyarakat manfaatkan, cari dan tonton adalah mengakses informasi/berita, bekerja dan belajar, layanan publik, layanan e-mail, konten hiburan, transaksi online, transportasi online, dan layanan keuangan.
Menguatkan penetrasi internet dan konten digital tersebut tidak hanya mendorong transformasi digital untuk meningkatkan aktivitas sosial ekonomi, layanan publik dan kapasitas SDM, namun juga menimbulkan ekses negatif. Seperti melubernya sumber informasi dari pelbagai platform digital serta situs atau aplikasi yang memuat konten-konten negatif.
Karena itu, pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki kewenangan untuk mengendalikan segala informasi dan transaksi elektronik yang memuat konten negatif dan melanggar peraturan perundang-undangan nasional.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sesuai dengan amanat Undang-Undang ITE mempunyai kewenangan untuk mengawasi dan memutus akses penyelenggara sistem eletronik (PSE). Amanah UU itu diturunkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang kemudian dituangkan lagi secara detail dalam Peraturan Menteri (PM) Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat.
Lihat juga: Ketentuan PSE Lingkup Privat untuk Lindungi Negara dan Masyarakat
Plt. Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Teguh Arifiyadi mengatakan, pemerintah memiliki kewajiban untuk mengendalikan konten-konten internet negatif yang dilarang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
”Adapun kluster jenis konten yang dilarang dalam PP No 71/2019 disebutkan ada tiga jenis, yang pertama adalah konten yang melanggar peraturan perundang-undangan, yang kedua adalah konten yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum, dan yang ketiga adalah konten yang menyediakan cara untuk mengakses konten-konten yang dilarang tersebut,” ujar Teguh Arifiyadi dalam program “Netizen Bertanya, Kominfo Menjawab” yang disiarkan di YouTube Kemkominfo TV beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, Teguh menyampaikan, contoh riil dari konten yang melanggar peraturan perundang-undangan seperti konten yang berkaitan dengan pornografi, perjudian, separatisme, radikalisme, dan konten-konten yang berkaitan dengan produk yang harus mendapatkan izin yang dijual secara ilegal.
Di samping, Kominfo juga mengawasi konten-konten terkait aplikasi atau situs-situs layanan fintech ilegal ataupun konten yang menurut masyarakat dianggap dapat mengganggu ketertiban umum.
Auto Blokir
Satu hal, Kemkominfo tidak memiliki wewenang untuk memutus secara langsung semua situs konten negatif yang tersebar di internet. Dalam hal pemblokiran ada beberapa batasan kewenangan Kemkominfo dalam memutus akses pemblokiran situs atau aplikasi internet.
Diakui Plt. Direktur Tata Kelola Aplikasi Kominfo, ada beberapa batasan kewenangan dari institusi atau instansi termasuk Kominfo dalam melakukan pemutusan akses atau pemblokiran konten digital. Sesuai PP Nomor 71 Tahun 2019 yang kemudian dituangkan secara detail dalam PM Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat, Kominfo hanya punya kewenangan untuk melakukan pemutusan akses secara langsung pada konten perjudian dan pornografi.
Lihat juga: Mulai 21 Juli, Kominfo Beri Sanksi PSE Lingkup Privat yang Tidak Terdaftar
Tercatat mulai dari Januari hingga 22 Agustus 2022, Kominfo telah melakukan pemutusan akses terhadap 118.320 konten kategori perjudian online. Menyangkut konten di luar judi dan pornografi, Teguh menjelaskan apabila itu berkaitan dengan kewenangan dari sektor lain, maka Kominfo hanya bisa dapat memutus konten tersebut setelah menerima rekomendasi dari instansi atau institusi pengawas atau sektor masing-masing.
Misalnya konten yang berkaitan dengan obat-obatan dan kesehatan, Kominfo tidak bisa memblokir langsung, baik itu di market place atau media sosial. Dalam hal ini. Kominfo harus mendapatkan rekomendasi dari BPOM atau Kemenkes untuk pemblokiran tersebut.
Mekanisme Pemblokiran Situs/Aplikasi Tidak Terdaftar
Adapun, pemutusan konten yang tidak terdaftar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, Kominfo bisa memutus dalam hal konten yang berada pada sebuah situs. Kedua, Kominfo bisa memutus nama domain dari situs yang melanggar peraturan yang ditentukan.
Lebih lanjut, Teguh Arifiyanto mengatakan, pemutusan akses juga bisa dilakukan melalui pihak ketiga dalam hal konten yang berada pada platform misalnya media sosial berupa akun, narasi atau konten yang berkaitan dengan produk di marketplace. Untuk itu, Kominfo bisa melakukan itu dengan menjalin kerja sama kepada platform media sosial.
Dalam teknis kerja sama ini, Kominfo melalui sarana komunikasi khusus meminta kepada platform media sosial untuk segera menangani akun/konten yang dianggap melanggar peraturan perundang-undangan.
“Sesuai dengan PM Kominfo No 5/2020, pemerintah punya kewenangan untuk memberikan sanksi baik itu penghentian sementara maupun penutupan akses pemblokiran terhadap platform yang mengikuti ketentuan tersebut. Proses verifikasi atau penelitian itu dilakukan oleh lembaga yang memiliki kewenangan, dan Kominfo hanya melakukan verifikasi secara administratif terkait adanya rekomendasi dari lembaga untuk memutus konten tersebut dari internet,” jelas Teguh.
Lihat juga: Kominfo Buat Sistem Aduan Instansi untuk Percepat Tangani Konten Negatif
Sebelumnya, Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo sudah meluncurkan Sistem Aduan Instansi untuk mempercepat penanganan konten negatif di internet. Konten internet negatif yang dapat diadukan berupa website, aplikasi, konten, akun di platform media sosial, maupun platform digital lainnya.
“Dengan adanya Sistem Aduan Instansi diharapkan dapat memudahkan instansi sektor dan aparat penegak hukum dalam melakukan penanganan konten negatif. Dibuatnya sistem ini juga untuk mendukung amanat PM Kominfo 5/2020 tentang PSE Lingkup Privat,” jelas Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, saat acara Sosialisasi Sistem Aduan Konten Instansi, Selasa (21/9/2021).
Pada Pasal 15 Ayat 3, lanjut Semuel, disebutkan bahwa PSE Lingkup Privat wajib melakukan take down terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilarang sesegera mungkin tanpa penundaan paling lambat empat jam setelah peringatan diterima. (ea)