Jakarta, Ditjen Aptika – Pemerintah menyikapi kasus dugaan kebocoran data publik dengan membentuk Tim Reaksi Cepat (emergency response team) dan memperkuat aturan pelindungan data pribadi.
Menanggapi keresahan publik yang dipicu ulah akun anonim di ruang digital, Presiden Joko Widodo mengundang Menkominfo Johnny G. Plate, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian di Istana Merdeka Jakarta, Senin (12/9/2022).
Turut hadir dalam rapat itu, Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju lainnya. Usai rapat, Menkominfo mengatakan akan ada pembentukan tim reaksi cepat untuk menindaklanjuti serangan-serangan siber yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini.
Lebih lanjut, Menteri Johnny menyampaikan, tim tersebut terdiri dari BSSN, Kominfo, Polri hingga Badan Intelijen Negara (BIN). Mereka akan saling bekerja sama untuk mengatasi serangan peretas pembobolan data di ruang digital untuk keamanan masyarakat.
“Perlu ada emergency response team terkait untuk menjaga data dan tata kelola data yang baik di Indonesia, serta untuk menjaga kepercayaan publik,” kata Menkominfo.
Di samping, Menteri Johnny juga berharap adanya Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) akan menjadi payung hukum baru untuk menjaga ruang digital di Indonesia.
Saat ini, setelah disetujui di Rapat Panja Komisi I DPR, draf RUU PDP tinggal menunggu jadwal Rapat Paripurna DPR RI untuk mendapatkan persetujuan parlemen.
Lihat juga: Dirjen Aptika: RUU PDP Segera Disahkan, Tingkatkan Kepercayaan Masyarakat
Sebelumnya, pada minggu lalu, Ditjen Aplikasi Informatika Kominfo telah berkoordinasi bersama wakil operator seluler, Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, BSSN, Cyber Crime Polri, dan Ditjen Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) Kominfo.
Rapat koordinasi tersebut membahas dugaan kebocoran data pendaftaran kartu SIM telepon seluler Indonesia. Menurut Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, kebocoran itu berkaitan dengan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor telepon masyarakat.
“Pada proses tindak lanjutnya BSSN akan membantu Dukcapil dan operator-operator seluler untuk melakukan investigasi lebih dalam lagi. Mereka akan melakukan klasifikasi data dan hal-hal lain terkait kebocoran data tersebut,” demikian Dirjen Aptika saat memberikan keterangan pers soal itu, Senin (5/9/2022).
Tanggung Jawab pada Pengelola Data
Dalam kesempatan terpisah, anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan turut memberikan tanggapannya terkait isu kebocoran data publik yang dipicu kemunculan sebuah akun anonim. Ia menduga akun itu melakukan serangan siber di media sosial dengan bermodalkan data yang dikumpulkan dari masing-masing operator telekomunikasi.
“Itu masih terjadi karena Indonesia belum memiliki Pusat Data Nasional (PDN) yang berfungsi menyimpan data secara nasional,” ujar Farhan dalam sebuah diskusi soal kebocoran data di salah satu TV swasta, Senin (12/9/2022).
Anggota Fraksi Nasdem itu juga menambahkan, pengamanan data harus dilakukan masing-masing lembaga yang memiliki mekanisme kerja mengumpulkan dan menyimpan data. Ia beranggapan dalam dugaan kebocoran data SIM selular maka operator telekomunikasi bertanggung jawab dalam keamanan data tersebut.
Lihat juga: Dirjen Aptika: PSE Wajib Lapor Jika Terjadi Kebocoran Data
Seperti diketahui, aturan soal pelindungan data pribadi sudah tertuang dalam Peraturan Menteri (PM) Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. PM itu merupakan turunan dari UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan PP Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).
Beleid itu memuat ketentuan setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) harus mempunyai aturan internal terkait pelindungan data pribadi. Dijabarkan lagi di aturan itu, setiap PSE wajib menyusun aturan internal pelindungan data pribadi sebagai bentuk tindakan pencegahan untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam mengelola data yang dikelolanya.(ea)