Jakarta, Ditjen Aptika – Isu mengenai Hoaks Covid-19 mewarnai pemberitaan dalam 24 jam terakhir. Media mengutip pernyataan Ketua Pelaksana Harian Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Mahesa Paranadipa yang mengingatkan bahaya hoaks kesehatan terutama mengenai COVID-19 yang bisa berdampak lebih mematikan dibanding virus.
“Penyebaran informasi palsu terkait COVID-19 lebih cepat dari penularan virus itu sendiri. Dampaknya (hoaks) justru lebih mematikan dari virus itu sendiri. Karena itu bisa dibayangkan orang-orang yang masih tidak percaya adanya COVID-19, tidak percaya penanggulangan yang kita lakukan hari ini berdampak luar biasa,” ujar dia dalam konferensi pers daring, Selasa.
Mahesa mencatat, hingga hari ini masih ada saja masyarakat dan bahkan tenaga kesehatan yang tidak percaya COVID-19. Menurut dia, ini menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi semua orang, tidak hanya pemerintah dan tenaga medis di tengah upaya penanggulangan penularan COVID-19.
Pada 22 Juli lalu saja, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat temuan isu hoaks COVID-19 mencapai 1786 dengan total sebaran 3499. Informasi palsu ini tersebar di beberapa media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dan YouTube. Sementara pada hari sebelumnya, hoaks yang tercatat sekitar 1780 dengan sebaran sebanyak 3925.
dia mewakili IDI berharap masyarakat bisa semakin terbuka pemahamannya dan pada akhirnya mampu disiplin menerapkan protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan terkena penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2 itu.
Kebocoran Data Pribadi Masyarakat saat Vaksinasi Harus Dicegah
Isu mengenai pelindungan data pribadi juga turut mewarnai pemberitaan. Media menyorot permintaan Ketua DPR RI Puan Maharani kepada pemerintah untuk mencegah potensi terjadinya kebocoran data pribadi warga saat pelaksanakan vaksinasi Covid-19. Menurutnya, segala prosedur teknis vaksinasi yang berpotensi menjadi celah bagi kebocoran data pribadi warga negara harus dicegah.
“Jangan sampai fotokopi e-KTP, sebagai syarat vaksinasi bocor dan disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/7/2021).
Puan menambahkan, bukan hal yang baru jika data pribadi seperti e-KTP disalahgunakan mereka yang tak bertanggungjawab untuk tindak pidana. Seperti pinjaman online fiktif atau bahkan sampai pembobolan rekening bank. Menurut Puan, jika yang dibutuhkan dari e-KTP warga hanyalah validasi data pribadi sebagai calon peserta vaksinasi, seharusnya warga hanya diminta menunjukkan e-KTP asli saja.
Oleh karena itu, Puan meminta para penyelenggara vaksinasi di lapangan tidak mempersulit warga calon peserta vaksinasi untuk menyediakan syarat fotokopi e-KTP. Terlebih dalam pentunjuk teknis yang dikeluarkan Kemenkes juga tidak mensyaratkan butki fisik tersebut.
Meski belum rampung, Puan optimis RUU PDP yang akan melindungan privasi warga akan segera disahkan. DPR menurutnya tentu akan terus berupaya mensahkan RUU PDP demi mewujudkan kedaulatan data pribadi setiap warga negara,” tutupnya. (lry)