Jakarta, Ditjen Aptika – Revisi UU ITE belum bisa dilakukan di tahun ini. Sementara proses itu berjalan, akan dibuat peraturan bersama sebagai pedoman pelaksanaan UU ITE.
“Prolegnas tahun 2021 sudah ditetapkan sebelum isu revisi ini muncul, sedangkan pembahasan bersama DPR butuh waktu untuk menyiapkan naskah akademis. Sehingga revisi tidak bisa dilakukan di tahun ini,” ujar Koordinator Hukum dan Kerjasama Ditjen Aptika, Josua Sitompul saat acara TokTok Kominfo, Kamis (18/03/2021).
Meski begitu, lanjut Josua, pembuatan peraturan bersama mengenai implementasi regulasi tersebut bisa dilakukan. Diharapkan peraturan itu dapat menjadi pedoman masyarakat apabila terjadi kesalahan dalam penerapan UU ITE.
Seperti diketahui, Kemenko Polhukam bersama Kementerian Kominfo dan Kemenkumham membentuk Tim Kajian UU ITE yang terbagi dalam dua sub tim, untuk menindaklanjuti pernyataan Presiden Joko Widodo terkait revisi UU ITE.
Sub tim pertama adalah Perumus Kriteria Penerapan UU ITE yang bertugas merumuskan kriteria implementatif atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE yang sering dianggap multitafsir. Sedangkan sub tim kedua yaitu Telaah Subtansi UU ITE yang bertugas melakukan penelaahan atas sejumlah pasal UU ITE untuk menentukan perlu atau tidaknya revisi.
Menurut Josua, dalam suatu revisi perlu dilakukan penelitian dan observasi terhadap kasus, korban dan putusan pidana yang telah berjalan. Dari situ akan terlihat apa yang salah dalam penerapannya.
“Kalau salah apa yang akan direvisi. Apakah menambah unsur baru, menghilangkan yang sudah ada, atau menurunkan sanksi pidananya. Ini tidak mudah dilakukan secara cepat,” terangnya.
Ia menjelaskan setelah diundangkan prinsip hukum adalah statis. Sedangkan teknologi terus berkembang dan kehidupan masyarakat berjalan dinamis.
“Maka diperlukan intepretasi untuk hukum yang statis tersebut, dan perlu sedikit fleksibilitas,” pungkas Josua.
Lihat juga: Tindak Lanjuti Wacana Revisi, Pemerintah Bentuk Tim Kajian UU ITE
Sementara itu, seorang musisi Ananda Badudu menyayangkan isu miring mengenai UU ITE lebih sering terdengar dibanding hal-hal baiknya.
“Padahal kalau kita baca, undang-undang ini berisi hal yang belum pernah diatur sebelumnya soal relasi antar masyarakat, pemerintah dan bisnis di dunia maya,” ungkapnya.
Pria yang juga seorang aktivis tersebut menyampaikan agar semua pihak bisa saling mendengarkan terutama sisi korban yang pernah terjerat kasus UU ITE agar tidak salah menerapkannya.
“Diharapkan pemerintah mempertimbangkan penjatuhan sanksi pidana apabila undang-undang ini direvisi,” tutup Ananda. (pag)