Jakarta, Ditjen Aptika – Isu seputar pelindungan data pribadi mendominasi pemberitaan dalam 24 jam terakhir. Isu tersebut berkembang setelah acara diskusi daring yang digelar Fraksi Partai Golkar, Senin (25/1/2021) yang diikuti oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan.
Media menyorot pernyataan Dirjen Aptika yang menjelaskan bahwa RUU PDP akan menelurkan lembaga otoritas independen baru. Lembaga ini akan menjadi penyelenggara sekaligus pengawas kelancaran aturan PDP. Namun, terkait tugas pokok dan fungsi, serta strukturisasinya, masih akan dibicarakan lagi dalam rapat bersama legislatif.
“Badan otoritas perlu ada dan independen, yang berisi orang-orang beritegritas dan profesional. Detailnya nanti masih didiskusikan, saat ini kami sarankan nantinya lembaga tersebut di bawah Kementerian Kominfo,” ucap Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel A Pangerapan, dalam webinar Partai Golkar bertajuk RUU PDP untk Kita, Senin (25/01/2021)..
Dirjen Aptika juga menegaskan bahwa RUU PDP diperlukan untuk menjamin perlindungan data masyarakat. Semuel menuturkan sebenarnya pembahasan RUU PDP di Indonesia terlambat. Sebab, sejumlah negara di ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand hingga Filipina telah lebih dahulu membuat aturan perlindungan data.
“Intinya dari pemerintah UU ini dibutuhkan dan kita cukup terlambat. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak. Karena jika kita menunda lagi ini berdampak bagi masyarakat,” kata Samuel.
Kominfo: 2.150 Hoaks Vaksin Corona, Salah Satunya dipasang CIP Pelacak
Isu terkait hoaks Vaksin Covid-19 juga masih menghiasi pemberitaan selama 24 jam terakhir. Tercatat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menemukan 2.150 hoaks mengenai vaksin Covid-19 per akhir pekan lalu (22/1). Salah satu kabar bohong yang muncul yakni terdapat alat pelacak di dalam vaksin virus corona.
Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi mengatakan, peredaran hoaks soal pandemi corona melonjak setelah program vaksinasi Covid-19 dimulai pada 13 Januari lalu.
“Sejak saat itu, ada 1.372 isu hoaks virus corona,” kata dia kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (23/1). Sedangkan secara keseluruhan, ada 2.150 isu hoaks terkait vaksin virus corona. Salah satunya, video berdurasi 2.04 menit yang menyebutkan adanya alat pelacak di vaksin Covid-19.
Berdasarkan riset Katadata Insight Center (KIC) dan Kominfo, hoaks yang tersebar di masyarakat paling banyak beredar melalui media sosial. Ada 71,9% responden mengatakan bahwa Facebook merupakan media yang paling sering menyajikan isu hoaks dan berita bohong. Disusul oleh WhatsApp, YouTube, dan portal berita online masing-masing 31,5%, 14,9%, 10,7%. Kemudian Instagram dan televisi yakni 8,1% dan 7,7%. (lry)