Jakarta, Ditjen Aptika – Isu terkait pertemuan Menteri Digital ASEAN dalam 1st Asean Digital Ministers’ Meeting (ADGMIN) turut mewarnai pemberitaan pada akhir peka. Pertemuan tersebut diadakan dari 21-22 Januari 2021 secara virtual.
Salah satu hal yang diutarakan Menteri Kominfo, Johnny G. Plate adalah pentingnya perlindungan data pribadi (PDP) dan keamanan data. Menkominfo menambahkan bahwa saat ini data memiliki nilai ekonomi yang signifikan sehingga perlu dikelola dan digunakan dengan menjunjung prinsip kedaulatan data, yakni a reciprocal, lawful, fair, and transparent manner.
“Karenanya, kita perlu membahas kerangka atau protokol kerja sama pertukaran data lenih konkret, yang menjunjung tinggi prinsip lawfulness, fairness, transparency, dan prinsid reciprocity,” kata Johnny yang dikutip dari Media Indonesia, Senin (25/01/2021).
Menkominfo pun mengapresiasi peran ITU sebagai mitra ASEAN yang membantu percepatan transformasi digital di kawasan ASEAN. Menkominfo mengharapkan pertukaran praktik terbaik dan pengetahuan praktis melalui platform kolaborasi ASEAN-ITU yang dapat memperkuat kerja sama Indonesia dengan ITU mendukung realisasi ASEAN yang terkoneksi secara digital.
Dalam pertemuan tersebut, Indonesia dan Singapura sepakat untuk meningkatkan kerja sama dibidang teknologi dan informasi. Adapun kerjasama tersebut adalah isu pelindungan data dan isu pertukaran data lintas batas negara (cross-border data flow).
Menkominfo Diminta Gunakan Diskresi dan Dialog Hadapi Aturan Baru Whatsapp
Isu lain yang muncul adalah aturan baru Whatsapp yang ramai dibincangkan. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memanggil perwakilan WhatsApp dan Facebook untuk membahas kebijakan privasi baru yang menjadi kontroversi.
Setelah pertemuan tersebut pemerintah meminta WhatsApp untuk lebih transparan terkait pemrosesan data pengguna dan mematuhi undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Pengamat kebijakan publik Riant Nugroho, mengatakan,selagi proses pembuatan dasar hukum mengenai pelindungan data pribadi, Pemerintah dapat menggunakan diskresi sebagai pemerintah yang memiliki kewenangan untuk memberikan kritik, meskipun belum ada landasan hukum.
Kritik ini bias menjadi sinyal dan peringatakan bagi penyedia platform agar tidak semena-mena menghimpun data pengguna di Indonesia. Menkominfo bisa membuat pernyataan berdasarkan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, yang berarti melindungi warga negara baik fisik maupun digital.
“Apabila ada pengguna di Indonesia yang tidak setuju data pribadinya (diteruskan ke Facebook), kemudian dihapus oleh aplikasi, pemerintah bias menonaktifkan aplikasi tersebut di Indonesia. Ini penting karena Indonesia adalah salah satu negara di Asia dengan pengguna digital terbesar,” jelas Riant seperti dikutip dari Kompas.com, Jumat (22/01/2021).
Kedua, Riant mengusulkan adanya dialog yang intensif antara pemerintah dan penyedia layanan. Pertemuan intensif ini dilakukan agar penyedia platform bisa mengatur dirinya sendiri (self regulate) dengan memiliki kode etik dalam berbisnis di Indonesia. (pag)