Jakarta, Ditjen Aptika – Sertifikat elektronik dapat menjadi identitas digital untuk penerapan prinsip e-KYC atau Know Your Customer (KYC) secara elektronik dalam industri keuangan.
Menurut Kasubdit Pengendalian Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Kemkominfo, Riki Arif Gunawan, verifikasi identitas sangat penting pada prinsip KYC. Namun verifikasi identitas melalui e-KTP belum dapat digunakan untuk e-KYC.
“Sertifikat elektronik selain untuk tanda tangan elektronik juga bisa sebagai identitas digital yang dapat dipercaya, sehingga dapat mendukung penerapan e-KYC,” jelas Riki saat Webinar Perkembangan dan Penerapan e-KYC di Indonesia bagi Perusahaan, Selasa (18/08/2020).
Dalam mengajukan sertifikat elektronik, kata Riki, perlu proses verifikasi ketat yang hanya bisa dilakukan oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) pemerintah maupun swasta. Hal tersebut guna memastikan layanan elektronik tidak dipalsukan.
“Sertifikat elektronik sebagai identitas digital yang akurat karena memiliki dua faktor, what you are (biometric data, fingerprint, voice recgnition) dan what you know (PIN, password, nomor ID Card),” tutur Riki.
Menurut Riki dalam penerapan e-KYC bukan hanya sebatas mengubah praktik layanan manual menjadi layanan digital saja. Lebih dari itu bagaimana cara digital memenuhi akurasi layanannya.
“Saya berikan contoh dalam memverifikasi e-KTP, jika dalam ruang digital tidak cukup hanya melalui penglihatan visual saja. Namun dibutuhkan sebuah sistem yang dapat mendeteksi e-KTP tersebut asli atau palsu,” jelas Riki.
Hingga saat ini penggunaan sertifikat elektronik belum diatur oleh dua Lembaga negara yang mengatur jasa keuangan di Indoensia, Otoritas Jasa Keruangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
“Penggunaan sertifikat digital baru digunakan untuk tanda tangan formulir pendaftaran akun menggantikan tanda tangan basah. Sehingga belum benar-benar memverifikasi identitas,” pungkas Riki.
Lihat juga: Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) Induk
Sementara itu Senior Partner HHP Law Firm, Erwandi Hendarta, menjelaskan prinsip KCY diperlukan dalam industri keuangan guna memastikan identitas pelanggan, memeriksa persyaratan data yang diserahkan pemohon layanan, menghindari pencucian uang, dan menghindari pendanaan teroris.
“Oleh karena itu OJK dan BI memiliki regulasi (OJK 12/POJK.01/2017 dan BI 19/10/PBI/2017) tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan,” sebut Erwandi.
Pandemi Covid-19, lanjut Erwandi, telah disadari pemerintah sebagai momentum akselerasi ekonomi digital, termasuk e-KYC. Namun menurutnya banyak faktor keamanan yang harus dipikirkan.
“Contoh jika voice recognition disimpan, apa tidak akan terjadi penyalahgunaan?” tanya Erwandi.
Erwandi juga berpesan bagi institusi keuangan yang menjalankan e-KCY menggunakan pihak ketiga harus jelas bagiannya, mana yang menjadi fungsi institusi dan mana yang jadi fungsi pihak ketiga.
“Institusi keuangan yang menyimpan data terkait e-KCY ini harus berhati-hati dalam menjaga data pribadi pelanggannya. Data tersebut bukan milik mereka, tetapi milik masing-masing individu pelanggan,” tutup Erwandi. (lry)