Jakarta, Ditjen Aptika – Di dunia maya banyak beredar informasi-informasi yang menyesatkan tentang pandemi Covid-19 atau disinfodemic. Kementerian Kominfo melalui Tim AIS Direktorat Pengendalian Ditjen Aptika setiap harinya memonitor informasi-informasi terkait hoaks Covid-19.
“Mulai dari adanya Covid-19 pertama itu, akhir Januari 2020 sampai dengan hari ini, itu jumlahnya sudah 850 jenis hoaks yang ditemukenali,” ungkap Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo Rosarita Niken Widiastuti dalam Webinar yang bertajuk “Government Round Table – COVID19: New, Next Post – Komunikasi Publik di Era Digital”, Senin (15/06/2020).
Lebih lanjut Sekjen Niken menuturkan, setiap hari melalui laman resmi kominfo.go.id, laporan isu hoaks bisa diakses oleh masyarakat melalui https://komin.fo/inihoaks. Ada cukup banyak ragam hoaks mengenai virus Korona.
Lihat Juga: Mesin Pengais Konten Negatif
Misalnya, hoaks yang beberapa hari terakhir ini viral tentang obat-obat Covid-19. Ada yang menyebutkan Aspirin dilarutkan dengan jus lemon bisa menjadi obat yang paling manjur, lalu ada lagi yang mengatakan Amoxcilin hanya dapat membunuh bakteri di saluran pernapasan.
“Jadi banyak sekali hoaks-hoaks terkait obat-obatan Covid-19. Kalau dibaca orang yang tidak crosscheck atau tidak tahu maka mungkin banyak orang akan keracunan. Coba kita bayangkan, kalau satu jenis hoaks saja kemudian diviralkan, kemudian dikonsumsi oleh jutaan orang maka ini akan sangat menyesatkan,” urainya.
Dalam pemaparannya terkait dengan infodemi hoaks, Sekjen Niken mengatakan, klasifikasi disinformasi itu dapat terlihat dari adanya meme dan narasi emosional, mencampurkan bahasa emosional dengan kebohongan, website identitas palsu, menampilkan informasi salah yang tampaknya masuk akal dalam bentuk berita.
Lihat Juga: Kominfo Temukan 1.401 Sebaran Isu Hoaks terkait Covid-19
Kemudian juga gambar atau video dimanipulasi atau dibuat menimbulkan kebingungan dan ketidakpercayaan publik kepada pemerintah, lalu adanya kampanye informasi yang terorganisir untuk menjatuhkan kredibilitas otoritas maupun ekonomi.
“Dengan semakin maraknya penyebaran hoaks akhir-akhir ini, tentunya kita patut mewaspadai setiap informasi yang keliru,” paparnya mengutip tayangan infografis dari UNICEF dan BNPB.
Lakukan Penindakan
Dalam mengklarifikasi konten hoaks yang tersebar di media sosial, Sekjen Niken menambahkan, Kementerian Kominfo berupaya untuk terus proaktif. Oleh karena itu, meski dalam massa penerapan “Kebiasaan Baru” dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masa transisi, pihaknya terus bekerja keras untuk mengidentifikasi dan menyusun klarifikasi atas hoaks yang beredar di masyarakat.
Bahkan, Kominfo telah melakukan langkah-langkah strategis untuk meredam dan mencegah penyebaran hoaks, termasuk diantaranya berkoordinasi dengan Kepolisian RI guna melakukan penindakan tegas kepada pembuat serta penyebar kabar bohong mengenai pandemi Covid-19.
“Tentunya tindakan para penyebar hoaks ini telah melangar Undang-undang ITE, tepatnya pasal 27 dan 28. Ancaman hukuman pidana dan sanski berupa denda untuk produsen dan penyebarnya tercantum di sana,” tuturnya.
Sampai hari ini telah ditindaklanjuti oleh Kepolisian RI, ada 104 orang tersangka dan sekarang sudah dalam proses hukum.
Di akhir sambutannya, Sekjen Niken menyatakan bahwa Kominfo sangat mengharapkan kepada masyarakat untuk selalu cek dan ricek semua informasi.
“Kalau ada informasi yang meragukan, silakan diadukan ke aduan konten di web-nya Kominfo. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati betul dalam menyebarkan informasi. Kalau kita tidak paham lebih baik tidak disebarkan,” tandasnya. (hm.ys)