Jakarta, Ditjen Aptika – Kejahatan siber seperti hacking menjadi tantangan akibat munculnya teknologi layanan digital di dunia perbankan. Mencuri bukan hanya uang tapi juga data.
“Digital service ini timbul sebagai inovasi khususnya pada bidang keuangan untuk memudahkan transaksi dan akses informasi nasabah, sebagai bentuk layanan dari bank. Namun efeknya menjadi banyak kejahatan siber untuk mencuri data yang dilakukan oleh pihak anonim dan tidak bertanggungjawab,” ujar Andre perwakilan dari Airome Technologies saat Seminar Transformasi Keuangan Digital di Acara Fintech Show 2019, Jakarta Convention Center, Kamis (07/11/2019).
Menurut Andre kejahatan timbul sebagai efek bahwa saat ini data menjadi hal yang sangat penting. Mencuri kini bukan hanya uang atau barang tapi juga sebuah data. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi untuk meningkatkan keamanan siber.
Agus perwakilan dari BSSN juga mengatakan, “Pelaku pencuri data itu kebanyakan melakukan hacking hanya karena iseng, sebagai ajang menunjukkan kemampuan di dunia siber. Namun tidak memiliki wadah dan tidak mengetahui bahwa hal tersebut melanggar hukum.”
Menurut Agus, sebagai salah satu solusi adalah memanfaatkan kemampuan para hacker tersebut. Seperti memberikan mereka kesempatan mengelola data dan menjaga ekosistem siber, melalui perjanjian kerja sama secara legal.
Pemerintah sendiri baru saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel A. Pangerapan menyatakan peraturan tersebut dapat dijadikan landasan untuk meningkatkan keamanan siber.
Baca Juga: PP 71/2019 (PSTE) Berlaku, Platform Akan Didenda Jika Membiarkan Konten Negatif
Acara Fintech Show 2019 tersebut juga diikuti pameran dari perusahaan-perusahaan Indonesia dan asing yang bergerak dalam bidang financial technology (fintech). Seperti Netcore Solusi Indonesia, Oracle, Acunetix, Cloudmatika, Cashlez, AsetKu, dan Adcance Id. (pag)