Jakarta, Ditjen Aptika – Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) akan mempermudah Indonesia untuk bertukar data dengan negara lain. Melalui regulasi tersebut, data pribadi warga negara Indonesia memperoleh perlindungan yang sama dengan negara lain.
Seperti diketahui, Indonesia belum memiliki regulasi yang khusus menangani perlindungan data pribadi. Selama ini regulasi yang menyinggung data pribadi masih tersebar di beberapa sektor.
“Regulasi itu kurang kuat, kita perlu regulasi lebih tinggi dan bisa menjadi payung untuk mempermudah pengaturan pertukaran data dengan negara lain. Begitu juga sebaliknya,” ujar Dirjen Aplikasi Informatika, Semuel A. Pangerapan dalam webinar Urgensi General Data Protection Regulation (GDPR) di Indonesia, Selasa (03/11/2020).
Penyusunan RUU PDP juga mengacu pada General Data Protection Regulation (GDPR) yang dimiliki Uni Eropa. Sebagai negara yang memiliki transaksi dengan negara-negara Uni Eropa tersebut, regulasi ini memiliki kekuatan yang sama dengan GDPR untuk melindungi penggunaan data pribadi masyarakat Indonesia.
“Bukan hanya dengan Uni Eropa, regulasi ini juga mampu melindungi pertukaran data dengan negara lainnya,” lanjut Semuel.
Lihat Juga: Transfer Data Antarnegara Bisa Dilakukan jika Memiliki Aturan Setara UU PDP
Meskipun dalam menyusun RUU PDP mengacu pada GDPR, terdapat perbedaan komponen dalam RUU PDP dan GDPR, yaitu sebagai berikut.
Selama regulasi mengenai pelindungan data pribadi dalam proses pembahasan, literasi digital harus terus dilakukan. “Penyusunan data pribadi ini harus beriringan dengan peningkatan literasi digital masyarakat mengenai pentingnya melindungi data pribadi,” ucapnya.
Dirjen Semuel pun mengapresiasi kegiatan yang dilakukan berbagai pihak maupun komunitas Siberkreasi yang terus melakukan literasi digital mengenai data pribadi, baik melalui tatap muka, kelas daring, forum diskusi darig, maupun seminar daring.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI, Fadli Zon menyampaikan pertumbuhan bisnis digital Indonesia yang cepat dan terus meningkat selama pandemi semakin mendasari urgensi penyelesaian pembahasan RUU PDP.
“Konsekuensi dari peningkatan penggunaan e-commerce dan bisnis digital, tentu ada transaksi bersifat elektronik serta penggunaan aplikasi yang meminta data pribadi dan bisa disalahgunakan untuk kepentingan yang lain,” ujarnya.
Penyalahgunaan data pribadi menggambarkan kompleksnya dunia bisnis digital. “Regulasi diperlukan untuk melindungi hak dan kewajiban pemilik data, pelaku usaha dan proses pertukaran data dengan negara lain,” pungkas Fadli Zon. (pag)